REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Kementerian Kesehatan dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana menyiapkan 200 tenaga kesehatan jiwa untuk mendampingi masyarakat yang menjadi korban letusan Gunung Merapi dan mengalami masalah psikologis. "Sebanyak 200 petugas ini akan dibekali dengan psicologycal first aid dan kemudian dimobilisasi ke masyarakat yang terkena dampak bencana letusan Gunung Merapi selama satu bulan," kata Direktur Kesehatan Jiwa Kementerian Kesehatan Irmansyah di Posko Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) Yogyakarta, Sabtu.
Menurut dia, berdasarkan jumlah pasien yang datang ke sejumlah tempat pelayanan kesehatan dapat diketahui bahwa masyarakat yang mengalami gangguan psikologis akibat letusan Gunung Merapi sebanyak 5,26 persen dari sekitar 10 ribu orang yang datang berobat ke sejumlah posko kesehatan.
Ia mengatakan gangguan psikologis yang dialami masyarakat merupakan hal wajar karena adanya perubahan mendadak atas sebuah kondisi, terutama masyarakat yang mengalami langsung kejadian bencana besar, seperti letusan Gunung Merapi.
Sejumlah gangguan psikologis yang dialami masyarakat tersebut di antaranya adalah insomnia atau gangguan tidur, post traumatic stress disorder, cemas, depresi, skizofrenia, psikosis, dan gangguan jiwa tidak spesifik lainnya.
Akibat depresi tersebut, katanya, terdapat tiga orang di pengungsian yang berusaha melakukan bunuh diri, satu orang berhasil melakukan aksi bunuh diri namun dua orang lainnya dapat digagalkan.
"Dengan penanganan yang baik, gangguan psikologis tersebut dapat ditangani dengan cepat dan diharapkan dalam satu hingga dua bulan sudah kembali baik. Jangan sampai trauma ini menjadi gangguan menahun," katanya.
Pendampingan kepada masyarakat tersebut kemudian akan dilanjutkan dengan pendampingan melalui puskesmas-puskesmas yang berada di wilayah-wilayah apabila kondisi sudah kembali normal dengan pemberdayaan layanan kesehatan.
Staf Ahli Menteri Bidang Peningkatan Kapasitas Kelembagaan dan Desentralisasi Kementerian Kesehatan Krishnajaya mengatakan penanganan kesehatan korban letusan Gunung Merapi khususnya di pengungsian sudah cukup baik. "Kebutuhan logistik obat-obatan dan juga peralatan kesehatan sudah cukup baik karena ada bantuan dari swasta dan masyarakat," katanya yang menyebut bahwa infeksi saluran pernapasan akut adalah penyakit yang paling banyak dialami masyarakat di pengungsian.
Apabila ada korban bencana letusan Gunung Merapi yang dirujuk ke rumah sakit untuk mendapatkan pelayanan kesehatan lebih lanjut, kata dia, pasien tersebut tidak akan dikenai biaya pengobatan.
Hingga 15 November 2010, Krishnajaya mengatakan telah ada sebanyak delapan klaim biaya kesehatan dari sejumlah rumah sakit dengan total klaim sekitar Rp 600 juta. "Kami tidak membatasi rumah sakit untuk melakukan klaim. Biasanya rumah sakit akan menentukan apakah pelayanan kesehatan ini layak diklaim atau tidak," katanya.