REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-Merk susu formula yang tercemar bakteri enterobacter sakazakii -sesuai temuan Fakultas Kesehatan Hewan IPB- tak akan diumumkan. Kementerian Kesehatan (Kemenkes), Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM), serta Institut Pertanian Bogor (IPB), bungkam. Padahal, putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) atas gugatan masyarakat yang diwakili Komnas Perlindungan Anak mengharuskan ketiga institusi itu mengumumkan merk susu formula yang tercemar bakteri jahat itu.
Apakah diamnya pemerintah ini akan membawa mudharat? Atau justru manfaat mengingat para ibu akan menghindari susu formula dan mengutamakan ASI. Berikut wawancara Republika dengan Ketua Komnas Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait:
Tanggapan terhadap pengumuman Kemenkes, Badan POM, dan IPB soal susu formula?
Kami sangat kecewa karena sudah menunggu sejak 2008 untuk mendapatkan informasi terbuka tentang merk susu formula yang tercemar bakteri enterobacter sakazakii. Ketiga instansi itu justru berpihak pada produsen susu. Menkes dan Badan POM berdalih tidak tahu-menahu tentang hasil penelitan IPB tersebut. Itu kebohongan publik dan melanggar keputusan Mahkamah Agung (MA).
Bagaimana sebenarnya bunyi perintah MA menyangkut susu formula yang tercemar bakteri itu?
MA, sesuai tuntatan masyarakat, memerintahkan tiga instansi itu untuk mengumumkan hasil penelitian IPB tahun 2003 – 2006 tentang susu formula yang tercemar bakteri enterobacter sakazakii. Tapi yang dilakukan pemerintah, mengumumkan hasil penelitian tahun 2008-2011 yang menunjukan susu formula yang tidak tercemar.
Tidak adanya susu formula yang tercemar, itu syukur alhamdulillah. Tapi, itu jelas tidak nyambung. Bukan juga bicara bagaimana menggunakan susu formula dengan sehat, dimasak dalam suhu air 70 derajat. Bukan itu!
Penelitian IPB harus dijawab dengan sampling (periode penelitian) yang sama, 2003-2006, sesuai yang kami gugat secara hukum supaya diumumkan. Apalagi IPB sebagai lembaga pendidikan tinggi yang kredibel, hasil penelitiannya itu harus diungkap.
Merk susu bermasalah itu mutlak harus diungkap? Kenapa?
Agar masyarakat tidak menggunakannya, tapi bisa kembali pada air susu ibu (ASI). ASI itu yang membuat anak pintar. Kalau susu formula kan seolah-olah akan membuat anak pintar, padahal yang membuat pintar itu asupan gizi lewat ASI.
Komnas Perlindungan Anak menggugat atas nama kepentingan siapa?
Kami menerima banyak laporan pengaduan dan keresahan masyarakat sejak diumumkan hasil peneitian IPB tahun 2003-2006 itu pada Februari 2008. Mulai 4-15 Maret 2008 kami mendapatkan 171 aduan keresahan. Mereka menuntut kami untuk mencari tahu merk susus formula yang tercemar bakteri itu.
Ada yang menyebutkan anaknya telah terkena penyakit diare. Apakah itu karena yang dikonsumsi adalah susu formula yang termasuk dalam kategori tercemar bakteri?
Hasil penelitian ahli yang mengamati susu formula, efek pencemaran kateri itu baru muncul 8-10 tahun kemudian. Nah, dalam hal ini sebenarnya yang dibutuhkan masyarakat, produsen susu punya tanggung jawab.
Kalau anak saya minum dari susu bermasalah itu, lalu terjadi sesuatu, saya akan memeriksakan kesehatan anak saya, apakah ada gangguan otak? Kalau benar ada, produsen susu harus bisa bertanggung jawab secara ekenomi dan sosial.
Ketika itu kami minta Menkes, Badan POM, dan IPB mengumumkannya. Kita tunggu dari 2008 sampai 2011, tapi tetap saja mereka tidak berani.
Menurut Anda, kenapa tiga institusi itu tidak ada yang berani mengumumkan?
Ya karena produsen susulah. Sekarang produsen susu itu tidur nyenyak. Seharusnya penelitian IPB itu, jika dianggap tidak benar, dibantah produsen susu dengan sampling yang sama. Tapi, saat ini justru Badan POM menggunakan sampling 2008-2011. Ya tidak nyambung!
Jadi mereka pun tidak mematuhi putusan MA?
Sikap mereka mempertontonkan bahwa pemerintah kebal hukum, tidak patuh terhadap putusan MA. Mereka memberi contoh pada masyarakat agar tidak patuh terhadap hukum. Ini adalah kepentingan produsen susu yang sudah tercapai dengan tidak diumumkan merek-merek susu yang tercemar bakteri itu.
Apa yang akan dilakukan Komnas Perlindungan Anak berikutnya?
Kami, penggugat, akan meminta penetapan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat untuk melakukan sita eksekusi terhadap hasil penelitian IPB 2003-2006. Sesuai dengan perintah kasasi MA, itu diminta untuk diumumkan sesuai perminaan penggugat. Jika instansi itu tidak mau, nanti penggugat dan Komnas Perlindungan Anak yang mengumumkannya.
Apa implikasi lain bagi pemerintah yang tidak mengumumkan hasil penelitian tersebut?
Kalau hasil penelitian itu tidak diumumkan, ketiga instansi itu telah melakukan tindakan melawan hukum. Langkah kedua, setelah eksekusi sita, karena merupakan pidana, bisa dilaporkan ke polisi.
Agak aneh, misalnya Badan POM tidak mengetahui, Menkes tidak mengetahui penelitian itu, kenapa kemudian naik banding lalu kasasi? Kalau begini, berarti mereka tahu kan? Kalau tidak tahu, kenapa naik banding? Harusnya sejak awal bilang saja tidak tahu.
Anda mencium ada yang tidak beres antara pemerintah dan produsen susu formula?
Sama saja dengan rokok. Undang-Undang Kesehatan sudah mengatakan bahwa rokok mengandung zat adiktif dan pemerintah harus mengatur larangan agar anak tidak merokok. Tapi yang dipentingkan justru devisa dari cukai rokok. Dalam kasus susu formula juga sama.
Jadi sekarang ada dua hal yang nenjadi tangtangan Menkes: rokok dan susu formula. Lebih mementingkan mana, kesehatan masyarakat, terutama anak-anak, atau devisa negara? Ini ujung-ujungnya bisa duit karena tampaknya yang dibela produsen susu.
Bagaimana seharusnya pemerintah dan masyarakat mengambil sikap?
Seharusnya Menkes sebagai representasi pemerintah yang mengayomi dan sebagai pelayan publik, mengumumkan merk susu formula yang diduga tercemar bakteri. Kalau Badan POM, kewenangannya mengawasi dan menarik produk susu formula itu.
Tapi Menkes justru bukan membela rakyat. Kalau mau transparan, seharusnya di sana ada Ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat sebagai eksekutor, ada juga produsen susu. Produsen susu yang ngomong banyak. Sedangkan tadi itu Menkes seperti jadi juru bicara susu formula.
Kemudian masyarakat harus mendorong Menkes untuk mengumumkannya, karena itu adalah perintah MA dan ini sudah dimenangkan penggugat. Yang harus dilakukan, mendorong dan membantu untuk melakukan sita eksekusi. Kami umumkan saja sendiri. Kalau melawan, ya lapor polisi karena tidak melaksanan putusan MA. Karena itu pidana, penjarakan saja.