REPUBLIKA.CO.ID, CIMAHI--Kementerian Lingkungan Hidup RI mengaku prihatin dengan luasnya lahan kritis di wilayah Bandung Raya yang mencapai setengah total luas hutan, atau 59 hektare dari 120 juta hektare luas hutan di Jawa Barat (Jabar). "Tuntutan ekonomi masyarakat sebagai salah satu faktor penyebab alih fungsi kawasan pegunungan dan perbukitan di wilayah Bandung Raya," kata Asisten Deputi Pemberdayaan Masyarakat Perkotaan Kementerian Lingkungan Hidup (KLH) Ir Bambang Widianto, di Kota Cimahi, Kamis.
Berdasarkan data yang dimilikinya, lahan kritis yang perlu dihijaukan di wilayah Bandung Raya (Kota Bandung, Cimahi, Kabupaten Bandung, dan Kabupaten Bandung Barat) seluas lebih dari 60.000 hektare meliputi kawasan perbukitan dan daerah aliran sungai (DAS). Namun, memasuki tahun 2010 melalui program penanaman 1 juta pohon, ia cukup optimis mengingat 50.000 hektare lahan kritis di Bandung Raya ditargetkan dapat dihijaukan.
"Tingginya kerusakan yang hingga kini masih berlangsung, diharapkan bisa dikurangi dengan melakukan berbagai upaya yang melibatkan masyarakat sekitar hutan maupun pemerintah daerah serta instansi terkait," imbuhnya. Saat ini, lanjut Bambang, KLH sedang mengampanyekan kepada masyarakat untuk mau menanam pohon lewat program Bank Pohon, sebuah kegiatan dengan menyediakan bibit tanaman pohon dari masyarakat dan digunakan untuk masyarakat.
"Program tersebut adalah upaya pemberdayaan motivasi masyarakat untuk peduli memelihara tanaman, sehingga masyarakat dapat menjadi calon donatur pohon sekaligus yang menentukan daerah ingin direhabilitasi," paparnya.
Namun ia menekankan dalam merehabilitasi lahan-lahan kritis milik masyarakat, hal yang paling penting bukanlah menanam pohon. "Melainkan bagaimana pohon tersebut bisa tumbuh dan dapat memelihara tanaman tersebut bahkan dapat mengembangkannya," ujarnya.
Ia juga menghimbau agar pohon yang akan digunakan dalam program Bank Pohon adalah pohon yang mempunyai kriteria mempunyai berbagai manfaat seperti protektif, menyerap poluttan, ekologis, klimatologis dan mempunyai nilai ekonomis. "Pohon tersebut harus sesuai dengan iklim setempat, sesuai dengan keingingan masyrakat pemilik/penggarap dan bibit pohon pada tahap usia yang mempunyai tingkat adaptasi yang baik," pungkasnya.