REPUBLIKA.CO.ID, SAMPIT--Sepanjang tahun 2009 kerusakan lahan dan hutan di Kalimantan Tengah mencapai 9,5 juta hektare, kerusakan terparah berada di Kabupaten Seruyan dan Kotawaringin Timur. "Kerusakan hutan tertinggi di wilayah Kabupaten Seruyan dengan luasan mencapai 976,559 hektare dan kedua di Kotawaringin Timur seluas 976,555 hektare," kata peneliti lingkungan hidup Universitas Palangka Raya (Unpar), Sidik R Usop, di Sampit, Senin (27/12).
Kerusakan hutan dan lahan di Kalimantan Tengah sangat parah dan berdasarkan data Badan Lingkungan Hidup (BLH) Kalteng tahun 2009, kerusakan hutan mencapai 9,5 juta hektare. Menurut Sidik Usop, angka itu lebih tinggi dari data tahun 2006 dimana kerusakan hutan mencapai 7,27 hektare, tingginya kerusakan itu tidak diimbangi dengan kemampuan merehabilitasi.
Kemampuan untuk merehabilitasi hutan dalan satu tahun hanya rata-rata 50 ribu hektare baik rehabilitasi melalui Dana Alokasi Khusus (DAK) dan Dana Reboisasi (DR) maupun melalui Gerakan Nasional Rehabilitasi Hutan dan Lahan (GERHAN). Dampak penurunan kualitas lingkungan seperti itu akibat tidak seimbangnya pengelolaan lingkungan yang mengabaikan model pembangunan berkelanjutan. Baik keberlanjutan secara ekonomi, lingkungan dan sosial budaya.
Kerusakan hutan juga karena adanya konflik antara pengusaha atau investor dengan masyarakat selama dan hal itu disebabkan cara pandang yagn melihat investasi sebagai fungsi ekonomi untuk memperbesar pendapatan daerah dan belum secara serius untuk menyelaraskan dengan kelestarian lingkungan dan kesejahteraan masyarakat. Dikatakan, pengelolaan hutan berbasis masyarakat saat ini menjadi suatu pilihan yang paling rasional dalam pengelolaan hutan pada era desentraliasi dan otonomi daerah.
Pada masa yang akan datang, pengelolaan hutan tidak dapat lagi bersandar pada pengelolaan negara dan berbasis hanya pada modal besar. Hak-hak masyarakat lokal dan pengelolaan sumber daya alam sudah saatnya diakui, demikian pula pengetahuan tradisional masyarakat mestinya menjadi pilihan bagi pengelola hutan. Kearifan tradisional masyarakat diberbagai tempat telah terbukti dapat melestarikan sumber daya hutan.
"Dari sisi beban pemerintah, pengelolaan hutan skala kecil dan partisipasi ini adalah pilihan yang paling rasional dalam melakukan rehabilitasi dan mencegah meluasnya kerusakan hutan," katanya.