REPUBLIKA.CO.ID,SANGATA--Kawasan hutan lindung Taman Nasional Kutai (TNK) di Desa Martadinata, Desa Suka Rahmat dan Desa Suka Damai di Kecamatan Teluk Pandan, Kutai Timur, Kalimantan Timur kian hancur oleh berbagai aktifitas merusak lingkungan. ANTARA di Sangata, Rabu, melaporkan bahwa kawasan konservasi lingkungan itu sebelumnya sudah rusak akibat aktifitas pembalakan liar dan pembukaan lahan tanpa izin kini kian parah akibat kegiatan penambangan galian C, yakni menggali dan mengambil batu gunung kebutuhan bangunan.
Taman Nasional Kutai disebut-sebut "benteng terakhir hutan tropis dataran rendah yang masih tersisa di Kaltim" dengan luas 189.000 Ha. Maraknya kasus perusakan hutan di kawasan itu, diperkirakan hampir 75 persen kawasannya sudah rusak baik dalam tingkatan biasa, parah dan sangat kritis.
Di kawasan itu, selain terdapat hamparan hutan damar terbesar di dunia juga memiliki berbagai satwa langka seperti, Rusa Sambar, Uwa-uwa, Orangutan dan Buaya Maura. Terlihat, puluhan warga yang melakukan kegiatan ilegal atau tanpa izin tetap nekat dengan mendirikan tenda-tenda di sekitar lokasi untuk melakukan kegiatannya sejak pagi hingga sore.
Dilaporkan bahwa warga yang melakukan kegiatan menambang batu gunung sekitar tidak saja melibatkan laki-laki, tetapi puluhan ibu-ibu rumah tangga ikut bekerja sebagai buruh harian.
Mereka seperti berlomba menggunakan alat tradisional, seperti cangkul untuk menggali dan palu besar untuk memecahkan batu berukuran besar itu. Bahkan ada alat berat seperti Exavator menggali batu-batu dalam bumi.
Sejumlah kendaraan roda empat dan roda enam antri di lokasi penambangan untuk mengangkut batu berbabai ukuran ke Kota Bontang dan Sangata Kutai Timur. Akibat aktivitas yang tidak terkendali itu, nampak puluhan lubang-lubang bekas galian yang sudah ditinggalkan pekerja dan yang masih dikerjakan.
Petugas keamanan seperti tidak berdaya, padahal kegiatan penambangan ilegal itu berjarak sekitar 50 meter dari pos polisi unit Teluk Pandan Sektor Sangata, Kutai Timur. Irwan (34) warga Desa Martadinata mengatakan bahwa kegiatan warga itu memang tanpa izin dan menyalahi peraturan namun para penambang liar berkilah bahwa hal itu akibat desakan kebutuhan hidup.
"Apalagi, kini akibat kondisi ekonomi tidak menentu, kehidupan warga sekitar daerah kian terpuruk," papar Irwan.
Bahkan, sebagian penambang liar itu, menurut Irwan adalah orang upahan karena sudah ada cukong baik dari Kutai Timur maupun Bontang -daerah terdekat lokasi-- yang menyiapkan gaji, peralatan dan transportasi untuk membawa keluar batu gunung yang dimanfaatkan untuk proyek bangunan atau jalan tersebut.
Hal senada dikatakan Syamsuddin (55) salah seorang buruh penambang batu yang mengaku kesulitan ekonomi untuk menghidupkan tiga orang anaknya. Ketua Komisi III DPRD Kutai Timur Kasmidi Bulang, saat dikonfirmasi mengatakan bahwa dewan akan membuat Raperda inisiatif galian C.
"Potensi galian C di Kutai Timur cukup besar, makanya perlu ada produk hukum yang mengaturny," katanya.
Terkait status kawasan itu adalah TNK maka tindakan warga untuk melakukan penambangan liar di kawasan itu melanggar UU tentang Lingkungan Hidup.