Sabtu 01 May 2010 04:14 WIB

Ratusan Buruh Peti Kemas Koja Siap Mogok Kerja Tiga Hari

Rep: Ilyas/ Red: Endro Yuwanto

JAKARTA--Memperingati hari buruh internasional, ratusan buruh yang tergabung dalam Serikat Pekerja (SP) Terminal Petikemas Koja (TPK), Jakarta Utara, akan melakukan aksi mogok kerja. Aksi tersebut mulai Sabtu, 1 Mei pukul 00.01 WIB sampai 3 Mei 2010. Selain dalam rangka peringatan 1 Mei, aksi tersebut juga sebagai protes terhadap pengelola TPK Koja.

Sekretaris SP, Tedy Herdian, mengatakan, aksi mogok kerja dilakukan karena banyaknya permasalahan yang belum diselesaikan oleh pengelola TPK Koja. Seperti masalah kesejahteraan. Menurutnya, kesejahteraan pekerja di TPK Koja sangat tidak diperhatikan. Bahkan, sangat jauh berbeda dengan pekerja yang di Jakarta International Container Terminal (JICT).

''Perbedaannya jauh. Padahal pemiliknya sama. Kami menuntut persamaan. Sebab pemiliknya sama, kerjanya sama, alatnya sama, dan sistem sama,'' ujar Tedy kepada Republika, di Pelabuhan JICT, Jumat (30/4).

Tedy mengaku pemilik TPK Koja dan JICT itu sama, yakni sama-sama orang Hongkong. Hanya saja, di JICT, kata Tedy, Mayoritas pengelolanya orang Hongkong. Sedangkan di TPK Koja mayoritas orang Indonesia.

Perbedaan gaji jika dihitung secara per tahun, kata Tedy, sangat berbeda. Di JICT, lanjutnya sebesar 35.000 dolar AS per tahun untuk masing-masing individu. Sedangkan di TPK Koja, hanya 19.000 dolar AS per tahun. “Ini sungguh sangat jauh berbeda dan tidak ada kesamaan,” lanjutnya.

Status perusahaan, salah satu masalah

Selain itu, yang juga menjadi penyebab rencana mogok para pekerja itu karena status perusahaan yang masih berstatus Kerja Sama Operasi (KSO). Dengan status itu, menurutnya, status para buruh itu pun nantinya juga tidak memiliki kejelasan. “Status tersebut berakhir 2018. Di perjanjian induk ditentukan apabila statusnya berakhir, maka perusahaan bisa tetap mempekerjakan pekerja yang pertama apabila dibutuhkan,” terang Tedy. “Nah itu kan tidak jelas.”

Oleh karena itu, dia dan para buruh menuntut agar perusahaan tersebut segera mengubah statusnya menjadi PT. Sebab, jika sudah menjadi PT, maka status perusahaan dan sekaligus karyawannya akan jelas ke depan. “Kita tuntut status perusahaan ini menjadi PT, biar statusnya jelas,” paparnya.

Alasan lainnya atas tuntutan mogok kerja mereka karena banyaknya peralatan di TPK Koja yang sudah tidak layak pakai. Peralatan-peralatan tersebut, kata Tedy, sudah habis umur aktivanya. Mereka menuntut agar alat itu diganti. Sebab, mengganggu pada kecepatan kerja mereka. “Hal inilah yang akan berdampak terhadap lambannya pelayanan operasional perusahaan yang tentu saja akan mengecewakan para pengguna jasa (costumer),” beber Tedy.

Sebenarnya, Tedy mengaku, sudah berkali-kali merencanakan aksi mogok kerja. Hanya memang menunggu waktu yang tepat. Selama ini, pihaknya telah berkali-kali meminta agar tuntutan itu terpenuhi. Namun, tidak pernah ada tanggapan yang serius dari perusahaan. “Mereka hanya menjawab, nanti dan nanti,” akunya menyesalkan.

Bahkan, sekitar 2 bulan yang lalu, Serikat Pekerja, ujar Tedy, juga sudah mengirimkan surat kepada pengelola perusahaan internasional tempat ia bekerja itu. Hanya saja, dia menyesalkan sikap pengelola, karena tidak memberikan respon. “Tidak ada balasan surat. Paling kalau ketemu dan ditanyakan, mereka jawab, nanti, tanpa ada kejelasan,” pungkasnya.

Persiapan mogok kerja tampaknya sudah matang untuk mereka jalani. Bahkan, selain bendera yang berlambangkan ‘Serikat Pekerja’ yang terpampang di areal perkantoran JICT, bendera juga terpampang di pinggir-pinggir jalan menuju perkantoran TPK Koja. Di bahu kanan mereka pun, sudah terpasang kain berwarna merah yang menandakan kesiapan untuk mogok kerja.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement