REPUBLIKA.CO.ID,TANGERANG--Selama 17 tahun, Pemkab Tangerang tidak mendapatkan retribusi apapun dari keberadaan Bandara Soekarno-Hatta. Padahal, sebagian wilayah bandara merupakan aset milik Pemkab Tangerang.
Menurut Kabid Bina Pemerintahan Umum Kabupaten Tangerang, Muhammad, sesuai dengan UU No 2 Tahun 1993 Tentang Pembentukan Kota Tangerang, Kota Tangerang memisahkan diri dari Kabupaten Tangerang dan menjadi wilayah otonom. Sejak saat itu, di antara kedua belah pihak pemerintahan muncul masalah pokok yang sampai saat ini masih terjadi. Yaitu, masalah penyerahan aset.
Salah satunya, sambung Muhammad, terkait dengan keberadaan bandara Soekarno-Hatta. Menurut Muhammad, sejak Kota Tangerang berdiri sendiri, retribusi dari bandara lebih besar diberikan kepada Pemkot Tangerang. Sedangkan Pemkab Tangerang, hanya mendapatkan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) saja. "Jadi retribusi dari hotel, parkir, reklame, dan restoran yang berada di bandara, tidak kita dapatkan sama sekali," ucap Muhammad, Senin (15/6).
Menurut Muhammad, sampai saat ini pihaknya hanya mendapatkan PBB dari keberadaan bandara sebesar Rp 12 miliar pertahun. Bila dibandingkan dengan Pemkot Tangerang yang mendapatkan PBB dan retribusi lainnya sebesar Rp 200 miliar per tahun, pendapatan Pemkab sangat sedikit.
Apalagi, sejak wilayah Kabupaten Tangerang dimekarkan kembali pada tahun 2008 lalu untuk melepaskan wilayah Tangerang Selatan yang menjadi sebuah wilayah otonom sesuai dengan Undang-Undang No 51 Tahun 2008 Tentang Pembentukan Kota Tangerang Selatan. "Sangat terasa PAD kami jauh berkurang," ucapnya Muhammad.
Oleh karena itu, sambung Muhammad, saat ini pihaknya telah membentuk sebuah tim khusus untuk mendapatkan hak-hak mereka yang selama ini tidak dipenuhi oleh pihak pengelola bandara, PT Angkasa Pura. Salah satunya tugasnya adalah, meminta kepada pengelola bandara untuk mematok batas-batas wilayah yang merupakan milik Pemkab Tangerang.
Sekretaris Dinas Pendapatan Daerah (Dispenda) Kabupaten Tangerang, Rudi Maesal, mengatakn, wilayah bandara yang masih berada pada wilayah Kabupaten Tangerang yaitu di Terminal 3, sebagian Terminal 2, dan Terminal Penerbangan Haji. Menurutnya, tempat-tempat tersebut berada di enam buah desa. Yaitu, Desa Rawa Rengas, Desa Bojong Rengat, Desa Rawa Burung, Desa Belimbing, Desa Jati Mulya, dan Desa Selapang Jaya. "Seluruhnya berada di Kecamatan Kosambi," ucap Rudi.
Menurut Rudi, keseluruhan wilayah bandara yang masih merupakan wilayah Kabupaten Tangerang seluas 320 hektar. Sedangkan, total keseluruhan bandara adalah seluas 1800 hektar.
Namun, Rudi tidak menyebutkan berapa besar potensi retribusi yang seharusnya diterima oleh Pemkab Tangerang. Karena, pihaknya belum melakukan pendataan secara lebih detail. Oleh karena itu, pihaknya akan segera melakukan pendataan ulang aset-aset Pemkab Tangerang yang berada di bandara.
Menanggapi hal tersebut, Kabag Humas Pemkot Tangerang, Mayoris Namaga, mengatakan, wilayah bandara yang berada dalam bagian Kota Tangerang sudah sesuai dengan batas-batas patok yang ditentukan oleh Undang-Undang pembentukan Kota Tangerang pada tahun 1993 lalu.
Menurutnya, tidak ada yang salah dari batas patok tersebut terkait dengan pemberian PBB dan retribusi dari bandara kepada Pemkot Tangerang. "Semua sudah sesuai aturan," ucap Mayoris.
Lebih lanjut Mayorsi mengatakan, pihaknya siap jika diminta Pemkab Tangerang untuk membicarakan masalah tersebut. Karena, masalah ini bisa diselesaikan secara kekeluargaan. "Wilayah kita kan sama-sama Tangerang," ucapnya.
Dihubungi melalui telepon, Humas PT Angkasa Pura II, Adang Santoso, mengatakan, sebagian wilayah bandara memang berada di Kabupaten Tangerang dan Kota Tangerang. Menurutnya, pihaknya telah sesuai memberikan PBB dan retribusi kepada masing-masing wilayah sesuai dengan aturan. "Siapapun yang mengambil, yang jelas pengeluaran kami untuk mereka sudah jelas," ucap Adang.
Menurutnya, permasalah tersebut bisa diselesaikan melalui pembicaraan antar kedua daerah tersebut. Yaitu, Pemkab Tangerang dan Pemkot Tangerang. Namun, Adang mengatakan, pihaknya siap untuk memfasilitasi pembicaraan masalah tersebut kepada kedua belah pihak pemerintahan.