REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Di tengah hiruk-pikuk perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) ke-483 Kota Jakarta, sejumlah tokoh Betawi merisaukan kebudayaan Betawi yang semakin tergerus akibat arus globalisasi. Mereka meminta Pemerintah Provinsi DKI melakukan langkah konkret untuk melestarikan kebudayaan Betawi.
Ketua III Badan Musyawarah Betawi DKI, Beky Mardani, mengatakan kebudayaan Betawi punya permasalahan tersendiri yang cukup kompleks. Karena, letak kebudayaan Betawi yang berada di ibu kota, sehingga tantangan yang dihadapi bukan hanya dengan budaya nasional juga, tapi juga internasional.
“Ini merupakan tugas kita bersama untuk mengembangkan dan melestarikannya agar tidak punah,” ujar Beky di Balai Kota DKI, Kamis (24/6).
Kepala Dinas Pariwisata dan Kebudayaan DKI Jakarta, Arie Budhiman, mengakui sejumlah kebudayaan Betawi hampir punah, namun masih banyak budaya Betawi dalam artian luas yang masih bisa diselamatkan. "Terdapat 3 ribu folklor Betawi. Kita tengah memilah mana yang berkembang, hampir punah, dan sudah punah," ujar Arie.
Agar kebudayaan Betawi tetap terjaga dan tidak diakui oleh negara-negara lain, kata Arie, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta mulai mengambil langkah untuk mematenkan seni budaya Betawi agar diakui sebagai warisan budaya negara Indonesia, khususnya kota Jakarta.
Sebagai langkah awal, Pemprov DKI telah mendaftarkan seni tari Lenong Betawi kepada Kementerian Dinas Kebudayaan dan Pariwisata sebagai salah satu warisan tak benda yang diakui secara internasional.
Usulan tersebut, paparnya, akan diseleksi bersama dengan kebudayaan dan kesenian yang berasal dari daerah lainnya. Setelah lulus seleksi dari Kementerian Kebudayaan dan Pariwisata, kemudian akan diajukan menjadi salah satu kebudayaan yang akan didaftarkan sebagai warisan budaya tak benda pada United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO).
Selain seni tari Lenong yang didaftarkan, Pemprov DKI juga mendaftarkan kebudayaan Betawi lainnya sebagai warisan budaya tak benda, yakni Tari Topeng Betawi. Tetapi karena tari topeng juga didaftarkan oleh provinsi yang lain, maka tari itu didaftarkan menjadi tari topeng nasional gabungan dari budaya daerah lain.
Untuk menyelamatkan budaya Betawi yang lain, Pemprov DKI juga menggelar Seminar dan Lokakarya (Semiloka) Kebudayaan Betawi pada 26-28 Juni mendatang, sebagai awal dari rencana pembuatan Kongres Kebudayaan Betawi.
Dia mengharapkan Semiloka Kebudayaan Betawi ini akan memberikan masukan dan pencerahan bagi masa depan budaya Betawi di Kota Jakarta. Sebab, seiring perkembangan zaman, kebudayaan asli Provinsi DKI Jakarta ini semakin dilupakan masyarakat. Mulai dari Cina, Belanda, Portugis, Arab hingga Jawa, Sunda, dan Bali.
Tidak hanya itu, lanjutnya, timbul banyak pertanyaan ilmiah dalam masyarakat, seperti bagaimana kebudayaan Betawi bisa bertahan dan tetap hidup hingga sekarang ini. Termasuk, nasib orang Betawi di tengah perkembangan metropolitan Jakarta. “Jadi semua itu akan dibahas dalam semiloka nanti. Semiloka seperti ini terakhir diadakan pada 1976,” ujarnya.