REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Pembangungan Menara TVRI di Joglo, Kembangan, Jakarta Barat, masih menuai kontroversi. Warga sekitar masih getol menolak proyek tersebut. Tepatnya di RT 006/02 Kelurahan Joglo, Jakarta Barat.
Sejumlah ibu-ibu menggelar aksi atas pembangunan menara TVRI itu. Alasannya, mereka khawatir jika menara itu roboh dan menimpa pemukiman di sana. Arianti, warga setempat, mengatakan, tak ingin kejadian di Kebon Jeruk terulang. "Menara TV 7 waktu itu rubuh diterjang angin, banyak yang meninggal," katanya pada Kamis, (1/7).
Apalagi, konstruksi menara itu sudah semakin tinggi. Kini, tingginya sekitar 20 meter dari rencana awal 300 meter. Kekhawatiran itu semakin tinggi mengingat cuaca yang tidak bisa diprediksi. "Jika angin berhembus kencang, konstruksi tower rubuh pasti warga menjadi korban," kata Arianti.
Kaki tower itu hanya berjarak 2 meter dari pemukiman warga terdekat. Sedangkan rangka baja tower itu berukuran variasi. Untuk rangka utama hampir berdiameter 1 meter.
Selain isu roboh, warga juga mempersoalkan bahaya radiasi, serta gangguan lain selama proyek berlangsung. Menurut Arianti, selama proyek pembangunan tower sejak 2008, selalu muncul pertanda buruk. Antara lain, seorang pekerja konstruksi jatuh dari tower.
Kala itu dikabarkan pekerja tersebut terluka berat. Meski mengenakan tali pengaman, tapi korban patah tulang akibat hentakan yang kuat. ”Kabarnya pekerja itu meninggal. Tapi kita tidak tahu pasti karena kasusnya ditutup rapat-rapat,” ungkap Arianti.
Selain itu, tembok pagar proyek pun sempat roboh dan menimpa rumah warga. Belum lagi gangguan-gangguan selama proyek seperti getaran tiang pancang yang membuat rumah warga retak-retak, suara bising, serta pengecoran membuat lumpur yang melimpah ke warga sekitar.
Menurutnya, Direktur utama TVRI yang dulu, (Arsana) sudah melihat rumah warga yang retak. "katanya akan diadakan pertemuan, tapi sampai dia diganti tidak ada apa-apa,” jelasnya.
Dukungan pembangunan menara
Sementara itu Ketua RT Setempat, Masat, mengaku sejak awal warga menolak rencana pembangunan tower. Namun pihak TVRI memiliki Izin Mendirikan Bangunan (IMB). Salah satu dasar dikeluarkan izin dari Dinas P2B DKI itu yaitu persetujuan dari warga sekitar. ”Tapi tanda tangan warga itu tidak tepat," katanya. Sebab, warga yang ikut tanda tangan itu lokasinya berada sekitar 1 km dari menara.
Warga yang menandatangani berkas itu pun, kata Masat, diberi imbalan Rp200 ribu. "Kalau warga yang ada di sekitar kaki menara jelas-jelas tidak ada yang setuju," kata Masat.
Masat mengaku, persetujuan warga itu dikoordinasi oleh salah seorang tokoh warga setempat. Tatapi dia yakin, warga yang dimintai tanda tangan tidak paham tentang tujuan sebenarnya. ”Jika mereka paham mau dibikin tower, mungkin juga enggak mau tanda tangan,” ucapnya.
Dikatakan, pihak warga selama ini tidak ada yang mendukung. Mulai RW setempat, kelurahan, serta kecamatan pada mendukung pembangunan menara TVRI. ”Waktu itu kami sudah tanya pada Lurah Pandu sama Camat Saiful. Mereka malah menguatkan TVRI katanya udah ada persetujuan warga. Padahal mereka tak pernah mengecek ke lapangan,” ungkapnya.
Dukungan kepada TVRI itu juga ditunjukkan oleh Kasie Penertiban P2B Jakarta Barat, Febriana Tambunan. Dia menilai, penentang proyek tower TVRI itu hanya sekelompok kecil warga yang mencari keuntungan. Menurut Febri, keberadaan tower itu sah-sah saja meski berada di pemukiman penduduk.
Maka dari itulah pihak P2B berani mengerluakan IMB tower tersebut. Tetapi warga sekitar tidak diam. Mereka juga melawan dari segi hukum. Warga sekitar patungan menyewa pengacara untuk menggugat produk IMB dari Pemda DKI itu ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).
Gugatan PTUN dan banding di Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara warga dimenangkan. Tetapi mereka kalah di tingkat kasasi, alias MA menolak gugatan warga.
Kuasa Hukum Warga, Florianus SP Sangsun, SH, mengungkapkan pihaknya mengirimkan surat ke TVRI dan kontraktor Adikarya untuk menghentikan pembangunaan menara. Sebab warga masih menempuh upaya Peninjauan Kembali (PK). ”Sayangnya permohonan kami diabaikan. Walaupun MA belum memutuskan PK yang diajukan warga, tapi mereka tetap saja meneruskan pembangunan menara,” keluhnya.