Selasa 24 Aug 2010 03:18 WIB

Kondisi Air Bawah Tanah Jakbar Mengkhawatirkan

Rep: Esthi Maharani / Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Kondisi air bawah tanah di wilayah Jakarta Barat (Jakbar) mulai mengkhawatirkan. Sebab, air laut mulai merembes di beberapa wilayah.

Wali Kota Jakbar, Burhanuddin, mengatakan, kodisi ini harus segera ditangani. ''Jangan sampai rembesan air laut semakin parah,'' katanya, Senin (23/8).

Kondisi ini dibenarkan oleh Kepala Kantor Lingkungan Hidup, Jakbar, Supardiyo. Ia mengatakan diperkirakan 60 persen air bawah tanah di Jakarta Barat sudah tidak bisa dikonsumsi. ''Sisanya, kondisi air sebelah selatan Jakarta Barat dan perbatasan Tangerang masih bisa dikonsumsi,'' katanya.

Menurut Supardiyo, ketidaklayakan itu disebabkan rembesan air laut yang sudah semakin masuk ke tengah kota. Sepanjang jalan Daan Mogot diduga sudah dirembesi air laut. Ia pun yakin bahwa daerah di sebelah utara jalan tol berpotensi menjadi lokasi rembesan yang cukup parah.

Supardiyo mengatakan mengatakan gedung bertingkat juga mempengaruhi tingkat ketersediaan air. Sebab, saat pembangunan dilakukan, air yang ada di bawahnya harus disedot. Gedung sembilan lantai saja membutuhkan fondasi sedalam 20 meter. Akibatnya, air tanah terganggu karena galian fondasi. Ketika air tanah disedot untuk konstruksi dalam jumlah banyak, air laut bisa mengalir ke ruang yang ditinggalkan.

Tak hanya itu, gedung tinggi itu juga membuat beban land subsiden. Artinya, terjadi penurunan tanah dari tinggi yang seharusnya. Kondisi ini yang membuat air tanah semakin mengkhawatirkan. Selain karena sudah tak layak konsumsi, volumenya juga mulai berkurang karena terinterupsi air laut.

Warga Rt 02 Rw 06, Kelurahan Pegadungan, Kalideres, Syaiful mengatakan, air tanah di rumahnya sudah payau. “Kalau sumur digali lebih dari tujuh meter sudah terasa asin,” katanya. Menurutnya, hal ini sudah lama terjadi, namun kondisi sekarang jauh lebih parah.

Syaiful mengatakan, air di kawasan itu juga sudah tidak bisa diminum dan tidak bisa dipakai untuk memasak. “Kalau dipakai buat mencuci, baju bisa sampai berwarna kuning,” katanya. Kadar garamnya juga sudah tinggi. Maka, warga di sekitar pun sudah jarang yang menggunakan sumur galian. “Rata-rata sudah menggunakan air PAM,” jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement