REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Usulan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono memindahkan ibukota negara perlu ditanggapi dengan usulan agar DPR segera menyusun naskah akademik perubahan RUU DKI Jakarta. Undang-undang itu perlu diubah agar transisi pemindahan ibukota dapat segera disusun.
Anggota Komisi II dari PDIP, Arief Wibowo, mengatakan pernyataan SBY seyogyanya diikuti dengan perubahan rancangan serta naskah akademik RUU DKI Jakarta. Arief mengatakan, rancangan dan naskah akademik terkait calon ibukota baru lantas harus segera dirampungkan pula dengan mempertimbangkan rencana induk yang terukur, sistematik dan bertahap, serta komprehensif. "Dari segi manajemen transisi, penyiapan infrastruktur, anggaran, juga sumber daya manusia yang memadai maupun sinkronisasi tata ruang," tuturnya, Ahad (5/9).
Sebelumnya, Jumat lalu (3/9), di hadapan anggota Kadin, SBY mengaku bahwa selama ini dirinya diam-diam ikut memikirkan solusi macet di Jakarta, salah satunya adalah rencana pemindahan ibukota. Presiden meminta rencana itu dikaji. Kalaupun ada rencana pemindahan ibukota, maka perlu menggunakan sumberdaya lokal supaya menggerakkan ekonomi.
Arief mengatakan, konsep pemindahan ibukota harus dirumuskan secara menyeluruh. Tidak hanya tertuju pada kota tujuan dan kota yang ditinggalkan. Ia mengatakan lagi, dampak positif maupun negatif dari pemindahan itu harus dikaji dari berbagai aspek. Mulai dari pemerintahan, sosial, ekonomi, lingkungan, daya jangkau, dan aspek pemerataan pembangunan.
Karena itu Arief berujar, pemerintah pusat, daerah, serta DPR harus duduk bersama terlebih dahulu membicarakan masalah ini secara serius dan terfokus. "Dibutuhkan komitmen politik yang kuat, yang tidak berhenti pada political will saja namun berlanjut pada kebijakan dan tindakan nyata yang sungguh-sungguh," ucapnya.
Arief menilai pemindahan ibubota adalah wacana yang secara serius patut dipertimbangkan. Ucapan Presiden lantas dimaknainya sebagai ketidakmampuan Pemprov DKI Jakarta melaksanakan kewajiban dan tanggung jawabnya dalam melaksanakan kebijakan tata ruang, transportasi, serta pengendalian penduduk. Pemprov, sambungnya, gagal melaksanakan amanat UU No 29 Tahun 2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta Sebagai Ibukota Negara Kesatuan Republik Indonesia.