REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Operasi Yustisi Kependudukan (OYK) yang segera digelar serempak di Jakarta setelah H+7 Lebaran, dinilai tidak akan efektif menertibkan pendatang baru. Razia KTP yang digelar setiap usai liburan Lebaran itu terkesan hanya seremonial belaka dan hanya pemborosan anggaran.
“Dari tahun ke tahun, hasil kegiatan OYK cuma begitu saja. Sangat tidak efektif dan cenderung memboroskan uang anggaran,” ujar Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) DKI, Triwisaksana, Kamis (16/9).
Menurut Triwisaksana, meski kerap dilaksanakan OYK namun pendatang baru dari berbagai daerah tetap banyak dan kesadaran masyarakat juga tidak bertambah untuk mengurus administrasi kependudukan. “Pemprov DKI butuh terobosan baru untuk mengatasi masalah kependudukan dan harus bekerja sama dengan pemerintah pusat maupun pemerintah daerah lainnya,” kata anggota dewan yang akrab disapa dengan panggilan Bang Sani ini.
Hal senada juga dikatakan pengamat perkotaan, Azas Tigor Nainggolan. “Selama ini, pemerintah tidak konsisten menerapkan OYK secara tegas sehingga penertiban ini nyaris tidak ada geregetnya,” ujarnya.
Sesuai dengan ketentuan yang termaktup dalam Peraturan Daerah (Perda) No 4/2004 tentang Pendaftaran Penduduk dan Catatan Sipil, mereka yang kedapatan tidak memiliki identitas untuk tinggal dapat diancam sanksi kurungan maksimal 3 bulan atau denda maksimal Rp 5 juta. Nyatanya, hampir semua hakim tindak pidana ringan menjatuhkan vonis terlalu ringan, seperti denda cuma Rp 20 ribu atau Rp 30 ribu, dan tidak ada pelanggar yang masuk penjara.
Baik Sani maupun Tigor menganggap, pelaksanaan OYK di lapangan juga sangat jauh dari yang diharapkan karena kurang keseriusan petugas. Mestinya, petugas lebih tegas lagi dan tidak menjadikan OYK sebagai hajatan tahunan, tapi minimal dilakukan tiap sebulan sekali dan melibatkan pengurus RT/RW. “Kalau OYK bisa dilaksanakan secara rutin, maka hasilnya akan lebih efektif,” tegas Tigor.