REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Amblesnya Jalan RE Martadinata terus membuat ketenangan masyarakat terusik. Setelah sopir angkutan resah, kini pengusaha angkutan pelabuhan juga resah. Mereka mengeluhkan penutupan jalan tersebut membuat biaya perjalanan membengkak.
Menurut Ketua Organda DKI Jakarta, Sudirman, penutupan Jalan RE Martadinata pasca-amblesnya jalan tersebut Kamis (16/9) lalu sangat menggangu produktivitas dan mobilitas angkutan pelabuhan. Hal itu karena jalan ambles menyebabkan kemacetan.
"Jalan tidak ditutup pun, di Sunter sudah macet. Apalagi semakin ditutup, pasti macet semakin parah," kata Sudirman di Jakarta, Selasa (21/9). Bahkan, akibat penutupan jalan, pengusaha memperkirakan kerugian yang dialami mencapai hingga 1 miliar rupiah per hari. "Jumlah itu dihitung dari mobilitas yang tertunda akibat penutupan jalan," jelasnya.
Dikatakan Sudirman, dalam sehari tidak kurang dari 2.000 unit kendaraan angkutan pelabuhan menggunakan Jalan RE Martadinata. Oleh karenanya, penutupan jalan tersebut sangat mengurangi tingkat produktivitas kendaraan-kendaraan itu. "Biasanya dalam sehari, angkutan kendaraan bisa sampai 2 hingga 3 rit. Kalau sekarang, karena macet parah hanya 1 kali," lanjut dia.
Ada sekitar 400 perusahaan dengan total kendaraan 13 ribu unit truck trailer yang mengalami kerugian. "Mereka (pengusaha, red) dan organda sendiri sudah bingung mengatasi masalah ini. Kalau begini terus, biaya angkutan menjadi bertambah. Dan bila tak sanggup menutupi biaya itu, pengusaha memilih tidak melayani. Dengan begitu produktivitas akan menurun," katanya.
Sudirman menambahkan, tidak hanya pengusaha mobil yang mengeluh, para sopir juga mengeluhkan penutupan itu. Bagi sopir, kemacetan yang terjadi di Sunter membuat biaya perjalanan untuk bahan bakar meningkat, namun perusahaan tidak menambah biaya, akhirnya mereka merogoh kantong sendiri. "Sekarang, mereka banyak mengaku bukannya dapat masukan dari menjadi sopir, tapi justru pengeluaran," jelasnya.