REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Meski Warga yang tinggal di Pinggir Sungai Landak, Jalan Marunda Lama, Kampung Baru, RT 7/8, Kelurahan Cilincing, Jakarta Utara, menggunakan air ilegal milik PT Aetra, mereka tetap membayar per bulan. Bayaran yang mereka keluarkan sebesar Rp 50 ribu.
Namun, pembayaran itu tidak diberikan kepada perusahaan air yang mereka gunakan. Tetapi, mereka memberikan kepada 'oknum' yang mengusahakan sambungan liar itu. "Saya kasih ke Pak Edo, per bulan Rp 50 ribu," kata Zainab (50 tahun), warga kelurahan tersebut, Rabu (22/9).
Nenek 14 cucu itu mengaku membayar untuk sambungan air tidak hanya per bulan. Tapi juga kalau ada kontrol. "Kalau ada pemeriksaan kami juga bayar Rp 50 ribu," lanjutnya.
Kendati demikian, Zainab tidak mempedulikan bayaran itu. Sebab yang ia pikirkan bukanlah masalah pembayaran, tetapi masalah penggunaan air setelah diputus. "Kalau diputus begini, kami harus membeli sampai enam jirigen per hari," imbuhnya.
Masing-masing jirigen yang berisi air bersih itu seharga Rp 2.500. Oleh karenanya, Zainab dan keluarganya tetap berharap mereka mendapatkan sambungan air yang resmi untuk kebutuhan mereka sehari-hari.
Sementara itu, Corporate Communication PT Aetra Air Jakarta, Margie Tumbelaka, menegaskan bahwa perkampungan itu belum bisa mendapatkan sambungan air Aetra. Sebab, status tanah yang dijadikan perkampungan itu hingga saat ini masih belum jelas alias ilegal. "Sebenarnya kami bisa menyambungkan air, tapi di sini kan tanahnya masih ilegal. Padahal syarat-syarat yang kami minta harus ada KTP dan KK," tegasnya.