REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA--Daerah tangkapan air di Jakarta Barat setiap tahunnya menurun. Kepala Kantor Lingkungan Hidup (KLH), Jakarta Barat Supardiyo mengatakan penurunan itu berkisar 10-15 persen setiap tahun. Penyebabnya, kebutuhan masyarakat atas pemukiman dan pergudangan tak bisa terelakkan.
“Akibatnya, daerah tangkapan air banyak berkurang,” katanya saat ditemui pada Senin, (27/9).
Daerah tangkapan air itu kini sudah menjadi lahan kritis atau sudah terjadi degradasi lingkungan. “Dibanding daerah lain, Jakarta Barat tingkat penurunannya masih sedang,” katanya.
Ia mengatakan wilayah yang daerah tangkapan airnya paling parah terdapat di Jakarta Pusat. Sebab, daerah tangkapan airnya hanya terletak di Monas sedangkan beban bangunannya sudah terlalu banyak.
Untuk Jakarta Barat, daerah yang sudah mengkhawatirkan antara lain Kelurahan Kapuk, Kecamatan Cengkareng dan Kelurahan Kamal, Kecamatan Kalideres. Di sana, ujar Supardiyo, penurunan itu sudah terjadi beberapa tahun lalu. Indikatornya genangan air tetap ada meskipun pengecoran dan peninggian jalan sudah dilakukan pemerintah setempat.
Menurutnya, di Jakarta Barat masih bisa dimaksimalkan untuk daerah tangkapan air. Daerah tangkapan air mempunyai arti strategis untuk menjaga kelanjutan pasokan air. Selain itu, daerah ini juga dipakai sebagai tempat penyimpan (reservoir) ketersediaan air untuk menopang kelanjutan hidup manusia.
Bagaimana sumber-sumber air itu tetap tersedia dan bisa dimanfaatkan dari sisi kuantitas maupun maupun kualitas sangat tergantung pada kondisi daerah tangkapan air atau daerah yang menjadi lokasi sumber air. “Mungkin bisa 30-40 persen dari luas wilayah Jakarta Barat sekitar 127,11 km2,” katanya.