REPUBLIKA.CO.ID, BOGOR--Pembangunan rumah ibadah menjadi pemicu paling dominan munculnya konflik antar umat beragama di Kabupaten Tangerang, Banten. Sepanjang 2009 hingga Mei 2010, tercatat 17 kasus terjadi karena masalah ini. Prosedur pembuatan izin pembangunan rumah ibadah yang tak ditempuh dengan benar dan sarat penyelewengan menjadi salah satu faktornya.
“Pembangunan rumah ibadah, seringkali potong kompas dengan cara menyuap pihak tertentu yang mempunyai kewenangan, “ ujar Anik Farida, salah seorang peneliti Balai Penelitian dan Pengembangan Agama dalam Seminar Hasil Penelitian Peta Kerukunan Antar Umat Bergama di Provinsi Banten, Senin malam (1/11). “Sehingga seolah-olah warga setempat menyetujui pembangunan tersebut dengan manipulasi tanda-tangan, padahal ketika ditanya mereka tak tahu menahu tentang pendeirian bangunan ibadah.”
Selain itu, kesenjangan budaya antara pemeluk agama pendatang dan penduduk asli setempat juga menjadi akar masalah lainnya. Di Kabupaten Tangerang contohnya, terdapat persinggungan budaya antara pendatang yang beretnis Batak-Kristen dan penduduk Tangerang-Muslim. “Fenomena merebaknya pembangunan gereja di sana-sini yang membuat kebisingan dengan nyanyian asing di telinga warga, ditambah dengan banyaknya deretan parkir kendaraan saat kebaktian yang memadati jalan kampung ataupun perumahan seringkali dianggap mengganggu oleh warga asli yang tidak tahu mengapa mereka melakukan hal tersebut dan jarang memiliki kendaraan,” katanya.
Menurut Anik, penegakkan hukum bagi para pelaku manipulasi tanda tangan persetujuan ibadah wajib dilakukan agar konflik dapat diredam. Selain itu, dialog antarelemen masyarakat untuk saling mengenal, menghormati dan memberi pemahaman satu sama lain mutlak perlu agar konflik tak terus terjadi.