REPUBLIKA.CO.ID, DEPOK--Penanganan krisis penurunan muka air tanah di sepanjang Jalan Raya Bogor menjadi tanggung jawab tiga pemerintahan daerah. Perlu kerja sama antarpemerintah daerah (pemda) yang membawahi jalan alternatif utama itu, yakni Pemprov DKI Jakarta, Pemkot Depok, serta Pemkab dan Pemkot Bogor.
Kepala Bidang Penegakan Hukum Badan Pengelola Lingkungan Hidup Daerah (BPLHD) Pemprov DKI Jakarta, Ridwan Panjaitan, mengatakan penanganan permasalahan lingkungan hidup di sepanjang Jalan Raya Bogor harus melibatkan tiga pemda tersebut. Pemprov DKI Jakarta , kata dia Kamis (4/11) di Jakarta, telah menegaskan pembatasan penggunaan air tanah oleh industri dengan Peraturan Daerah No 10 Tahun 1998 tentang Penyelenggaraan dan Pajak Pemanfaatan Air Bawah Tanah dan Air Permukaan.
"Sejauh ini, koordinasi dengan BPLHD Depok dan Bogor belum optimal. Jika penanganan hanya dilakukan Jakarta akan percuma bila tidak dilakukan hal yang sama di Depok dan Bogor," paparnya.
“Kami sudah secara tegas mengatur penggunaan air tanah dalam perda. Kami juga mengharapkan hal yang sama dilakukan pada pemerintah di Depok dan Bogor,” ungkap Ridwan di sela-sela acara sosialisasi pemanfaatan air tanah dan penindakan/penertiban terhadap pelanggaran pemanfaatan air tanah di kawasan Jalan Raya Bogor, di PT National Panasonic Gobel, Jakarta.
Ia menjelaskan sosialisasi tersebut sengaja dilakukan di PT National Panasonic Gobel karena terletak di perbatasan Jakarta-Depok. Wilayah perbatasan merupakan daerah imbuhan atau tangkapan air hujan.
Keberadaan daerah imbuhan, lanjutnya, sangat penting untuk menangkap dan menyerap air hujan menjadi air tanah yang dibutuhkan Jakarta. Berdasarkan penelitian yang pernah dilakukan, telah terjadi penurunan persediaan air tanah dari hulu ke hilir, dari 17 juta m3 menjadi 15 juta m3. Ia memperkirakan terjadinya penurunan muka air tanah itu karena penggunaan air tanah di daerah hulu dan perbatasan yang meningkat dan berlebihan.
Penurunan tekanan air tanah tersebut, tentunya akan berpengaruh terhadap penurunan muka air tanah yang selama ini terjadi di Jakarta. Kondisi tersebut semakin diperparah dengan banyaknya industri di sepanjang jalan tersebut yang memanfaatkan air tanah sebagai kebutuhan utama dan bukan kebutuhan cadangan.
Berdasarkan data yang dimiliki BPLHD DKI Jakarta, dari 400 industri di sepanjang Jalan Raya Bogor hanya 129 industri yang menggunakan jasa air pipa. Sedangkan sisanya menggunakan air tanah untuk memenuhi kebutuhan utamanya. Hal ini membuat kondisi tanah di kawasan di sepanjang Jalan Raya Bogor dalam kondisi kritis.