REPUBLIKA.CO.ID,TANGSEL-–Meskipun ditetapkan sebagai pemenang oleh KPUD Kota Tangsel, perolehan suara pasangan nomor urut 4 pada Pemilukada Kota Tangsel, Airin Rachmi Diany-Benjamin Davnie hanya unggul tipis dari rival terberatnya, pasangan nomor urut 3, Arsid-Andre Taulany. Padahal, Airin-Benjamin yang didukung oleh sembilan partai politik dan persiapan selama 1,5 tahun seharusnya bisa meraih kemenangan mutlak.
Berdasarkan hasil rekapitulasi yang ditetapkan KPUD Kota Tangsel pada rapat pleno, Rabu (17/11) kemarin, pasangan Airin Rachmi Diany -Benjamin Davnie memperoleh 188.893 suara atau 46,53 persen dari 417.748 warga yang menggunakan hak pilihnya. Jumlah itu hanya unggul sedikit dari pasangan Arsid-Andre yang memperoleh 187.778 suara atau 46,16 persen. Sedangkan pasangan nomor urut 1 Yayat Sudrajat-Norodom Sukarno memperoleh 22.640 suara atau 5,6 persen dan pasangan nomor urut 2, Rodhiyah-Sulaeman Yasin memperoleh 7.518 atau 1,85 persen suara.
Menurut Zaki Mubarak, pengamat politik dari Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik ( FISIP ) UIN Syarif Hidayatullah, tidak signifikannya perolehan suara pasangan Airin-Benjamin itu disebabkan karena mesin politik dari sembilan partai politik tidak bekerja secara maksimal. Partai politik tidak mampu mengarahkan para pendukung dan simpatisan partai untuk memberikan suaranya kepada Airin-Benjamin.
Zaki menjelaskan, hal tersebut disebabkan karena banyaknya dukungan partai politik itu justru membuat mereka tidak bersatu. Apalagi, mereka bersaing dengan anggota inti tim sukses Airin yang sudah terbentuk lama sebelum sembilan partai politik itu mendukung Airin.
“Ruang gerak sembilan partai politik dibatasi oleh anggota inti tim sukses, sehingga partai politik tidak memiliki ruang gerak untuk mengerahkan massanya,” kata Zaki kepada Republika, Jumat (19/11).
Pengamat politik Universitas Muhammadiyah Jakarta sekaligus Koordinator Lembaga Kajian Analisa Daerah Terpadu (LKADT), Ade Yunus mengatakan, sebagian masyarakat cenderung sinis melihat sosok Airin-Benjamin. Masyarakat melihat Airin-Benjamin sebagai pasangan yang sangat ambisius dalam petualangan politik.
Menurutnya, pandangan seperti itu didasarkan pada kegagalan Airin dan Benjamin pada pemilukada sebelumnya. Airin pernah kalah saat mencalonkan diri sebagai wakil bupati Tangerang pada pemilukada Kabupaten Tangerang tahun 2008 lalu. Sedangkan Benjamin juga pernah merasakan kekalahan saat menjadi calon wakil gubernur pada Pemilukada Gubernur Banten 2006 lalu.
“Masyarakat menilai pencalonan pertama adalah tulus sedangkan pencalonan kedua lebih bersifat ambisius,” ujar Ade kepada Republika, Jumat (19/11).
Burhanudin Muhtadi, peneliti senior LSI (Lembaga Survey Indonesia) mengatakan, perolehan suara Airin-Benjamin yang tidak sesuai dengan dukungan sembilan partai politik dan sosialisasi besar-besaran selama satu tahun terakhir ini. Menurutnya, hal tersebut tidak terlepas dari pandangan masyarakat tentang Airin yang merupakan bagian dari keluarga Gubernur Banten, Ratu Atut Chosiyah. “Sebagian warga Kota Tangsel takut jika mereka dipimpin oleh orang yang menjadi bagian dari keluarga Atut,” ujarnya.
Burhanudin mengatakan, sebagaimana diketahui, hampir seluruh Kota dan Kabupaten di Provinsi Banten dipimpin oleh walikota atau bupati yang menjadi bagian dari keluarga dan keluarga Atut. Menurutnya, kabupaten atau kota yang dipimpin oleh bagian dari keluarga Atut pembangunannya berjalan sangat lambat. Atas dasar itu, sebagian warga Kota Tangsel enggan memilih Airin-Benjamin.
Airin Rachmi Diany, saat memberikan keterangan persnya usai penetapan KPUD Kota Tangsel mengatakan, isu-isu mengenai ‘dinasti Atut’ sudah terdengar sebelum hari pencoblosan Pemilukada Kota Tangsel dimulai. Menurutnya, isu seperti sangat tidak beralasan. “Posisi saya bukan sebagai incumbent sehingga saya tidak memiliki kepentingan terhadap Gubernur Banten pada pemilukada ini,” ujar Airin.
Selain itu, Airin juga membantah bahwa mesin partai dari partai politik tidak bekerja. Mereka, lanjut Airin, sudah bekerja sesuai dengan tugas dan fungsinya masing-masing. Airin juga membantah telah melakukan sosialisasi dirinya sebagai calon walikota dan mengeluarkan banyak biaya satu tahun sebelum pemilukada. Menurutnya, yang ia lakukan sebelum pemilukada itu adalah murni kegiatan sosial dan tidak ada sangkut pautnya dengan kegiatan politik.