REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Polusi udara di DKI Jakarta mengalami peningkatan. Penyebabnya, semakin meningkatnya penggunaan bahan bakar dan jumlah kendaraan.
Anggota Koalisi Jakarta 2030 Ahmad Safrudin mengatakan udara di Jakarta telah melewati batas ketentuan udara bersih. “Efeknya bisa lebih parah lagi, kanker paru-paru, keguguran, dan dapat menyebabkan kematian dini,” ujar Safrudin, Selasa, (14/12).
Perwakilan Koalisi Jakarta 2030 Shanty Syahril mengatakan, polusi udara di Jakarta ini menjadi beban social bagi masyarakat Jakarta itu, terutama peningkatan jumlah penyakit. Hasil catatan yang dihimpun, biaya kesehatan pada 2008 masyarakat Jakarta mencapai 180 dolar AS. Diperkirakan, biaya itu akan semakin membengkak pada 2015 yang mencapai 430 dolar AS.
“Biaya kesehatan akibat polusi udara ini dikeluarkan oleh individu. Padahal, jika pemerintah menyediakan ruang terbuka sesuai dengan ketentuan, maka udara di Jakarta bisa membaik,” ujarnya.
Dalam dua dekade terakhir, infeksi saluran pernafasan dan penyakit pernafasan menjadi penyakit yang selalu menduduki nomor satu diantara 10 penyakit lainnya yang banyak diderita masyarakat. Bukan hanya di Indonesia, kecenderungan ini juga terjadi di kota-kota besar dunia.
Kondisi udara yang semakin memburuk itu akan membuat kadar timbel dalam darah pada anak-anak berbanding terbalik dengan point IQ. Artinya, dalam jangka waktu 10 tahun, peringkat kanker sebagai penyebab kematian naik, dari peringkat 12 menjadi peringkat enam. Setiap tahun diperkirakan terdapat 190 ribu penderita baru dan seperlimanya akan meninggal akibat penyakit tersebut.
Untuk mengatasi masalah tersebut, Shanty mengatakan, pemerintah sebaiknya mengalihfungsikan masyarakat pengguna kendaraan dengan mengutamakan kendaraan tidak bermotor dan memperbaiki angkutan umum massal. “Prioritaskan pengguna jalan,” katanya.