REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Batasan besaran omzet warung kena pajak termasuk pajak warteg diubah menjadi Rp 500 ribu per hari atau sekitar Rp190 juta per tahun. Sebelumnya, besarannya hanya Rp 167 ribu per hari atau sekitar Rp 60 juta per tahun.
Kebijakan dalam bentuk rancangan peraturan daerah (Raperda) Pajak Restoran ini belum bisa disahkan karena mendapatkan pertentangan dari masyarakat. Di dalam Raperda disebutkan untuk usaha penyediaan fasilitas pelayanan rumah makan, restoran, dan usaha waralaba termasuk warung, kafe, kantin, jasa biga, dan katering merupakan instrument yang dikenakan pajak konsumen.
Kepala Dinas Pelayanan Pajak DKI Jakarta Iwan Setiawandi mengatakan penetapan kemungkinan perubahan batasan besaran itu sangat besar. “Apalagi penetapan omzet Rp 167 ribu per hari dianggap LSM dan YLKI masih terlalu kecil, sehingga diubah menjadi Rp 500 ribu per hari,” katanya pada Selasa, (4/1).
Meski sudah menetapkan omzet pengusaha makanan dan minuman yang akan masuk dalam daftar wajib pajak mulai Januari 2011, Iwan mengatakan pihaknya bersama jajaran Pemprov DKI Jakarta akan mengkaji lebih lanjut rencana tersebut.
Termasuk di dalamnya kewajiban-kewajiban bagi para wajib pajak ini untuk menyertakan transaksi jual belinya dengan menggunakan bon, atau catatan-catatan yang lebih sederhana sebagai bukti adanya transaksi jual beli setiap harinya.