REPUBLIKA.CO.ID,TANGERANG SELATAN--Pemerintah Provinsi Banten telah mengusulkan 3 nama calon pengganti PJS Walikota Tangerang Selatan. Ini berarti Jabatan PJS Walikota Tangerang Selatan, Eutik Suarta tidak akan diperpanjang lagi. Humas Pemerintah Provinsi Banten, Komar mengatakan, pihaknya sudah mengajukan tiga nama ke Kementerian Dalam Negeri sebagai pengganti PJS Walikota Tangerang sekarang.
"Sekarang kita tinggal menunggu, keputusan ada di Kementerian Dalam Negeri, itu haknya Kemendagri yang penting profile dan persyaratannya sudah kita penuhi," ujarnya kepada Republika Rabu, (13/1).
Seperti diketahui PJS Walikota Tangerang Selatan Sekarang Eutik Suarta akan habis masa jabatannya sebagai PJS Walikota Tangerang Selatan terhitung pada tanggal 24 Januari 2011 . Dikarenakan Pemilukada Tangsel yang telah terjadi kecurangan, Walikota Tangsel terpilihpun belum bisa ditetapkan sampai sekarang. Ini berakibat akan dipilih kembali PJS Walikota Tangsel oleh Kementerian Dalam Negeri.
Para pengamat dan pemerhati politik di wilayah Tangerang menyikapi permasalahan yang terjadi di Tangsel selama ini. Salah Satunya adalah pengamat ekonomi dan pemerhati politik daerah Tangerang dari Universitas Muhammadiyah Tangerang (UMT), Ahmad Jazuli Abdillah. Jazuli mengatakan akan terjadi peristiwa besar sepanjang pemekaran daerah di Indonesia, khususnya di Tangsel setelah keputusan MK terkait Pilkada ulang.
Karena satu-satunya landasan konstitusi dibentuk di kota Tangerang Selatan adalah UU no.51 tahun 2008, yang menyebutkan sebelum Walikota dan Walikota definitif terpilih PJS Walikota diangkat dari PNS dengan masa jabatan paling lama 1 tahun dan dilantik oleh Menteri Dalam Negeri berdasarkan usulan Gubernur. Melihat batas waktu selesainya masa jabatan PJS Walikota Tangsel tinggal beberapa hari lagi, banyak masyarakat yang menyangsikan ketepatan waktu tersebut.
"Tapi dengan situasi sekarang, sangatmungkin jika 'molor' melewati tanggal 24 Januari 2011 akan sangat terang benderang. Yang jelas kita prihatin masalah di Tangsel ini semakin complicated, dari masalah disharmoni dengan pasar induk, pelayanan dan retribusi, kemacetan dan sampah, monopoli proyek pembangunan, konflik politik pilkada sampai ketidak netralan aparatur pemerintah dalam pilkada," ujar dosen sistem pemerintahan UMT ini.
Ketika ditanya siapa yang paling bertanggung jawab, Jazuli tidak mau menuding. "Tapi kembalikan saja kepada aturan UU 51 pasal 9 ayat 6 yang berbunyi 'Gubernur melakukan pembinaan, pengawasan, evaluasi dan fasilitas terhadap kinerja pejabat walikota dalam melaksanakan tugas pemerintahan dan pemilihan Walikota/Wakil walikota' jadi kita serahkan ke gubernur," ujarnya.