REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA – Kota Jakarta mengalami penurunan permukaan tanah. Sejak 1974 hingga 2010 diperkirakan penurunan itu mencapai 4,1 meter. Diprediksi, pada 2030 tanah ibukota akan mengalami penurunan hingga 6,6 meter.
Anggota tim peneliti Konsorsium Jakarta Coastal Defence Strategy (JCDS), Heri Andreas mengatakan penurunan muka tanah bisa diperlambat. “Caranya dengan menghentikan pengambilan air tanah dan mengisi kembali air tanah di Jakarta,” katanya pada Kamis, (3/2).
Namun pengambilan air tanah tidak mungkin dihentikan sama sekali karena merupakan salah satu sumber air warga. Begitu juga pengisian kembali air tanah di Jakarta, meskipun sudah ada rencana membuat pabrik air di waduk Jatiluhur oleh Gubernur, tetap dirasa belum siap dilakukan oleh DKI.
“Dengan mengurangi pengambilan air tanah, muka tanah tetap turun 10 hingga 15 tahun. Kalau pengisian kembali air tanah, dalam waktu lima tahun tetap akan terjadi penurunan permukaan tanah,” ungkap Heri.
Berdasarkan penelitian JCDS, tercatat penurunan permukaan tanah paling parah dialami di Muara Baru, Cilincing, Jakarta Utara dengan 4,1 meter. Hal yang sama juga terjadi di Ancol, Jakarta Utara dengan penurunan mencapai 1,88 meter.
Tak hanya Jakarta Utara, wilayah lain pun mengalami hal yang sama. Beberpa diantaranya Cengkareng Barat, Jakarta Barat penurunan tanah terjadi hingga 2,5 meter; Daan Mogot, Jakarta Barat 1,97 meter; Cempaka Mas, Jakarta Pusat 1,5 meter; Cikini, Jakarta Pusat 0,80 meter, dan Cibubur, Jakarta Timur 0,25 meter.
Sedangkan untuk mengurangi semakin tingginya permukaan air laut, ia mengatakan tidak bisa dilakukan sepenuhnya. Sebab, gejala naiknya permukaan air laut dipengaruhi faktor pemanasan global. Namun, kata Heri, DKI memang telah menangani secara parsial dengan bangun tanggul di Kamal Muara dan wilayah lainnya.
Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, mengakui bahwa penurunan permukaan tanah dan kenaikan permukaan laut berada pada tingkat yang mengkhawatirkan. Gejala alam yang terjadi saat ini adalah adanya kombinasi antara peningkatan permukaan air laut dan penurunan permukaan tanah.
Ia mengatakan ada kecenderungan di beberapa lokasi di jakarta kombinasi tersebut sangat serius. Dikhawatirkan pada 5-10 tahun mendatang, wilayah utara Jawa dan Jakarta akan tergenang semakin parah. Tanggul yang ada sekarang dinilai Bang Foke masih belum cukup untuk mengatasi tekanan rob secara signifikan.
“Dalam 5-10 tahun ke depan, kemampuan kita untuk menanggulangi rob dengan cara yang dilakukan sekarang perlu dipertanyakan. Artinya, peninggian tanggul mungkin diperlukan,” katanya. Salah satu cara yang bisa diajukan adalah pembangunan giant seawall atau bendungan raksasa di pantai utara Jawa dengan system polder.
Sistem tersebut itu akan dibangun lebih ke arah laut. Menurutnya, dengan mendorong sistem polder ke arah laut, maka kawasan di bawah permukaan air laut tidak akan tergenang. Seperti yang telah dilakukan Belanda dan New Orleans, Amerika Serikat yang telah membuat sistem polder lebih jauh ke laut.
“Sketsanya, meski air laut tinggi, tetapi kawasan dibawah permukaan air laut tetap kering karena ada tanggul laut raksasa yang akan memompa air ke laut,” jelasnya.