REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA - Menjamurnya minimarket di DKI Jakarta dianggap telah merugikan pedagang tradisional. Contohnya para pedagang Pasar Johar Baru, Jakarta Pusat, yang mengaku dirugikan dengan keberadaan sembilan minimarket di sekitar pasar. Jaraknya pun terlalu dekat yakni berkisar antara 10 sampai 90 meter saja
Padahal, Peraturan Daerah Nomor 2 tahun 2002 tentang Perpasaran menyebutkan usaha perpasaran swasta dengan luas hingga 200 meter persegi harus berada dalam radius minimal 500 meter dari pasar. Apalagi, sejak 2006 telah dikeluarkan instruksi gubernur untuk menunda pemberian izin berdirinya minimarket.
"Jadi, izin mendirikan minimarket sudah tidak ada sejak tahun 2006. Ternyata ada yang 'memfoto kopi' izin," kata Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo. Saat ini, pihaknya telah memerintahkan wali kota di lima wilayah DKI untuk mendata ulang minimarket yang ada.
Hal serupa juga terjadi di Duri Kepa, Kebon Jeruk, Jakarta Barat. Meski jauh dari pasar tradisional, keberadaan salah satu minimarket di sana diduga menggunakan dokumen perizinan yang tidak terdaftar di instansi Pemkot Jakarta Barat. Seharusnya, mereka memiliki Surat Keterangan Domisili, undang-undang gangguan (UUG), surat izin usaha perdagangan (SIUP), dan tanda daftar perusahaan (TDP).
Direktur Utama Pasar Jaya, Djangga Lubis, mendesak agar seluruh wali kota dan bupati yang ada di Jakarta menertibkan perizinan minimarket yang berdekatan dengan pasar tradisional. Sebab, gejala pelanggaran ini diduga tak hanya terjadi di Pasar Johar Baru. Tetapi, hal tersebut sudah menyebar di lima wilayah Jakarta.
Contohnya di wilayah Karet Belakang, Jakarta Selatan. “Waktu itu ada minimarket yang ditutup karena diprotes pedagang di sana,” ujar Djangga.