Sabtu 22 May 2010 03:53 WIB

Walikota Jambi: Sanitasi Menjadi Hak Publik

Rep: Muhammad Fakhruddin/ Red: Endro Yuwanto

REPUBLIKA.CO.ID, BUKITTINGGI--Pemerintah daerah didesak untuk memiliki strategi sanitasi kota (SSK). Sebab, pembangunan sanitasi di suatu wilayah harus terencana dan menyeluruh.

Ketua Aliansi Kota Peduli Sanitasi (AKOPSI), dr Bambang Priyanto, mengatakan percepatan pembangunan sanitasi pemukiman (PPSP) akan sulit terwujud tanpa ada perencanaan yang jelas.

"Peran pemerintah kabupaten dan kota sangat besar dalam merumuskan perencanaan sanitasi di wilayahnya," ujar Bambang di hadapan peserta City Sanitation Summit VII di Bukittinggi, Sumatra Barat, Jumat (21/5).

Menurut Bambang, sanitasi merupakan hak publik yang menjadi tanggungjawab bersama. Karena persoalan sanitasi tidak saja dirasakan oleh satu atau dua orang saja, tapi juga seluruh warga yang tinggal di daerah tesebut. Namun, yang terkena dampak paling besar dari buruknya sanitasi di suatu daerah, lanjut Bambang, yaitu masyarakat miskin.

Bambang menjelaskan, jumlah orang miskin di Indonesia sekitar 39,5 juta atau sekitar 17 persen dari jumlah penduduk. "Sulit mengharapkan keluarga miskin menyediakan sendiri akses atau layanan sanitasi yang baik untuk kebutuhan sendiri," kata Bambang yang juga Walikota Jambi ini.

Kondisi sanitasi yang buruk, sambung Bambang, menyebabkan kerugian negara sekitar Rp 58 triliun per tahun, untuk menutup biaya pengobatan, perawatan kesehatan, kematian bayi dan hilangnya waktu produktif. Artinya, berapa pun pertumbuhan ekonomi yang dicapai angkanya harus diturunkan sebesar 2,3 persen untuk pengeluaran tersebut.

Karena itu, kata Bambang, percepatan pembangunan sanitasi perlu koordinasi dan kemitraan lintas sektoral dan dan setiap tingkat pemerintah, maupun kemitraan antar daerah serta kerjasama dengan masyarakat.

Dalam lima tahun terakhir, Bambang menambahkan, investasi untuk sanitasi sudah meningkat pesat. Alokasi anggaran untuk sanitasi rata-rata Rp 5 ribu dari Rp 200 per kapita per tahun. Namun angka ini masih jauh dari ideal, karena baru 10 persen dari kebutuhan, yakni Rp 47 ribu. Saat ini kita harus mengejar ketertinggalan investasi berpuluh tahun. "Sehingga mampu menutup kekurangan ketersediaan layanan sanitasi yang cukup besar," jelasnya.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement