REPUBLIKA.CO.ID,SIDOARJO – Sekitar 116 home industri rokok dari total 202 perusahaan yang berorperasi di kawasan Kabupaten Sidoarjo bangrut. Praktis, pengusaha rokok yang masih tetap eksis hanya tinggal 86 home industri.
‘’Ya, kami bangkrut karena terlalu banyak aturan. Cukai rokok naik, bahan baku juga naik. Sedangkan produk kami susah bersaing dengan rokok-rokok industri yang sudah besar,’’ terang Teguh, pengusaha rokok dengansistem home industri ini yang diamini bebebrapa pengusaha rokok kecil lainnya, Ahad (27//6).
Menurut dia, rokok yang diproduksi per pak dijual sekitar Rp 2000. Sedangkan biaya produksi, karena kenaikan cukai dan bahan baku mencapai sekitar Rp 1900. Biaya itu masuk belum termasuk ongkos untk distribusi ke pasaran.
Hal senada juga diungkapkan Priyanto, pengusaha rokok rumahan yang ada di kawasan Waru. Menurut dia, lebih baik menutup operasional produksi perusahaannya, ketimbang harus menangggung kerugian setiap hari.
Kendati demikian, ratusan pengusaha rokok itu merasa prihatin dengan tenaga kerja yang selama ini dipekerjakan. Sebab, setiap home industri rokok itu mnimal mempekerjakan sekitar lima orang.
Jika setiap home industri rokok rata-rata mempekerjakan lima orang, berarti ada sekitar 580 tenaga kerja yang dirumahkan. ‘’Kasihan memang merumahkan mereka. Tapi mau bagaimana lagi, kondisinya memang sangat sulit. Belum lagi ada aturan baru yang semakin mencekik pengusaha rokok,’’ tegas Priyanto yan juga diakui Teguh.
Apalagi, terang dia, sebentar lagi ada Peraturan Menteri Keuangan terkait luasan lahan bagi usaha rokok. Menurut dia, itu akan bisa semakin memperparah nasib pengusaha rokok kecil. ‘’Jadi, aturan itu mematikan yang kecil, tapi membessarkan industri besar,’’ tegasnya.
Mengenai banyaknya perusahaan rokok yang bangkut itu, tidak dibantah Kepala Dinas Koperasi Perindag ESDM Sidoarjo Drs Maksum. Dia menjelaskan selama ini memang sudha banyak industri rokok kecil yang gulung tikar.
Dia tidak bisa membayangkan, jika Permenkeu soal luas lahan yang wjib dimiliki setiap perusahaan rokok minimal 200 meter persegi itu bakal semakin memperparah kondisi yang ada. Sebab, aturan yang sudah diberlakukan mulai 2011, memang mengatur setiap usaha rokok harus diproduksi dalam areal 200 meter persegi tersebut.
Aturan tersebut diyakini bisa membangkrutkan 60 persen perusahan rokok kecil yang ada selama ini. Alasannya, usaha rokok di Sidoarjo ini mayoritas masuk kategori home industri.. Begitu juga, terang dia, aturan Permenkeu No.151/2008 tentang cukai.
Aturan tersebut sudah banyak memakan korban. Sebab, membuat Asosiasi Pengusaha Rokok Sidoarjo (Aspersid) terus berkurang. Menurut dia, sebelum ada peraturan itu, home industri rokok merasa tidak berat untuk bisa membeli cukai karena bisa hutang. Namun sejak aturan itu diberlakukan pengusaha rokok dilarang hutang. Sehingga, mereka dimatikan usahanya.
Untuk itu, dia mengaku sudah mengirimkan surat ke Menkeu. Isinya meminta ada kebijakan untuk meninjau peraturan tersebut. Namun, permintaan itu masih belum ada jawaban. Karena itu, dia berjanji akan membuat trobosan baru. ‘’Jika tidak mengalihkan usaha rokok kecil itu ke usaha lain,’’ kata dia tanpa menyebut usaha yang dimaksud.