REPUBLIKA.CO.ID,PADANG -- Pelarangan pemakaian jilbab di SMPN 4 Selat Kuala Kapuas, Kalimantan Tengah, kembali menuai kecaman. Kali ini anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Kalimantan Tengah ikut bersuara.
"Pelarangan jilbab di sekolah itu tidak boleh," ujar Hamdhani, anggota DPD asal Kalteng kepada Republika, Senin (26/7). Hal itu lanjutnya, dapat berimplikasi pada konflik yang lebih besar. "Apalagi ini adalah masalah agama," tukasnya. Dengan penduduk mayoritas beragama Islam, pelarangan jilbab itu akan berdampak sangat besar.
Hal ini, kata Hamdhani, dapat dikategorikan sebagai kristenisasi. Selama ini, kristenisasi di wilayah Kalteng dilihatnya sangat gencar terjadi. "Banyak gereja dibangun, tapi tidak ada jemaatnya," kata dia. Oleh karena itu, pelarangan jilbab ini dilihatnya sebagai langkah untuk medapatkan jemaat.
SMPN 4 Selat Kuala Kapuas, dipandangnya memiliki reputasi pendidikan yang baik. Dengan tingkat pendidikan yang tinggi, sambungnya, seharusnya kepala sekolah SMPN tersebut berpikiran lebih bijaksana. Alasan pelarangan jilbab untuk keseragaman, dianggapnya sebagai alasan yang dibuat-buat.
Sebagai orang asli Kalteng, dia berinisiatif membawa permasalahan tersebut ke pemda setempat. "Saya akan adukan hal tersebut ke bupati dan gubernur di sana," kata Hamdhani. Dia mengharap, pemda setempat dapat bertindak proaktif terhadap permasalahan tersebut.
Jika hal itu dibiarkan oleh pemda, dia takut pelarangan jilbab ini akan terus berlanjut. "Jangan sampai hal ini terjadi dan diulangi oleh sekolah-sekolah lainnya di Kalimantan Tengah."
Sebelumnya, berbagai pihak juga mengecam langkah kepala sekolah SMPN 4 Selat Kuala Kapuas. Berbagai ormas dan tokoh Islam menyuarakan pendapatnya. Kepala sekolah beralasan, pelarangan tersebut bertujuan untuk menseragamkan siswi-siswinya. Selain itu, hal itu adalah keputusan otonomi sekolah.