REPUBLIKA.CO.ID, BANDUNG-Menjelang Idul Fitri, permintaan masyarakat terhadap kebutuhan daging semakin meningkat. Peluang ini pun sering dimanfaatkan oknum-oknum tertentu dengan menjual daging oplosan di pasar-pasar tradisional.
Kepala Dinas Peternakan Jawa Barat, Koesmayadi, mengimbau masyarakat Jabar agar mewaspadai beredarnya daging-daging oplosan yang kerap beredar seiring dengan meningkatnya permintaan masyarakat. Harga daging-daging tersebut umumnya lebih rendah dari harga pasar.
Ia memaparkan, daging oplosan dipalsukan dalam berbagai bentuk. Pemalsuan dapat dilakukan dengan mencampurkan bahan tambahan pangan berbahaya, seperti boraks, formalin, dan pewarna.
“Bahan tambahan pangan tersebut dilarang penggunaannya oleh Kementerian Kesehatan. Ini karena dapat membahayakan kesehatan tubuh yang memakannya,” ungkap Koesmayadi, Kamis (12/8), di Bandung.
Pemalsuan dengan menggunakan boraks, formalin dan pewarna kerap digunakan para penjual daging, khususnya daging ayam dan sapi, sebagai pengawet agar selalu terlihat segar. Ia mengimbau masyarakat agar mengetahui ciri-ciri daging segar dan daging yang mengandung bahan tambahan pangan berbahaya.
Ia menuturkan, daging yang mengandung bahan tambahan pangan berbahaya dapat dilihat dengan tidak adanya lalat yang hinggap atau beterbangan di sekitar daging tersebut. Jika kadarnya terlalu tinggi, daging akan terasa keras saat ditekan. Selain itu, daging juga sedah kehilangan elastisitasnya.
“Banyak modus penjualan daging oplosan selain dengan bahan tambahan pangan berbahaya. Misalnya pencampuran daging sapi dengan daging babi atau daging yang sudah hampir busuk,” ungkapnya.