REPUBLIKA.CO.ID,PACITAN--Sejumlah warga Desa Jetak, Kecamatan Tulakan, Kabupaten Pacitan, Jawa Timur mengancam akan mengubur diri mereka hidup-hidup di tengah jalur menuju lokasi lahan proyek jalan lintas selatan (JLS) yang akan dieksekusi pemerintah. "Kami siap menjadi 'martir' demi mempertahankan tanah kami dari ancaman eksekusi," kata Miswandi, salah seorang tokoh warga Dusun Godekwetan, Desa Jetak, Kecamatan Tulakan, Rabu.
Ancaman itu tampaknya bukan sekedar "gertak sambal". Buktinya, hanya selang beberapa saat setelah menyampaikan pernyataan tersebut, Miswandi dan sejumlah warga lain menggali salah satu ruas jalan desa setempat hingga kedalaman 0,5 meter dan lebar sekitar dua meter. Aksi penggalian ruas jalan yang informasinya menjadi jalur perlintasan empat alat berat jenis buldozer itu nyaris tak bisa dilalui kendaraan.
Hanya kendaraan roda dua seperti motor dan sepeda pancal yang bisa melewati ruas "kuburan" yang rencanannya digunakan sebagai tempat melakukan aksi kubur badan tersebut. "Rencanannya, jumlah warga yang ikut mengubur diri akan bertambah pada Rabu (29/9) malam," kata Sudarno, tokoh warga Desa Jetak lain yang lahannya juga menjadi korban proyek JLS.
Menurut dia, pokok permasalahan ini muncul karena nilai ganti rugi warga tidak sama, bahkan ada warga yang menerima pembayaran hingga lebih dari sekali. Tidak itu saja, harga tanah dianggap tidak sesuai, sebab tanah mereka setiap meter hanya dihargai antara Rp10 ribu hingga Rp15 ribu, meliputi pekarangan, lahan, dan sawah.
Informasinya, eksekusi lahan proyek JLS sepanjang 2,7 kilometer di Desa Jetak baru akan dilakukan pada Kamis (30/9). Namun, rencana pengambilalihan lahan milik warga secara paksa untuk kepentingan JLS itu masih belum bisa dipastikan. Sejumlah alat berat saat ini sudah dikirimkan dari lokasi proyek JLS di Kecamatan Ngadirojo menuju lokasi lahan yang akan dieksekusi.