REPUBLIKA.CO.ID, MAGELAN--Bupati Karanganyar Rina Iriani SR, Kapolres Karanganyar AKBP Edi Suroso beserta Walikota Magelang Sigit Widiyandito bernyanyi campursari menghibur para pengungsi korban letusan Merapi di GOR Kiai Sepanjang Kota Magelang, Sabtu (13/11).
Bupati Karanganyar Rina Iriani SR beserta rombongan dalam acara itu juga memberikan bantuan untuk para korban Merapi tersebut berupa 1000 paket setiap paket seharga Rp5 0 ribu, uang tunai Rp 16 juta dan sayur-mayur seharga Rp 2 juta.
"Melalui acara kegiatan ini kami berharap sedikit banyak bisa menghibur para korban Merapi dan juga meringankan bebannya dalam pengungsia ini," katanya.
Untuk pengungsi yang ditampung di GOR ini sebanyak 2.000 orang mereka berada di sini sejak 5 November sampai sekarang. Warga yang mengungsi di GOR Kiai Sepanjang ini berasal dari desa Ngargomulyo, Kalibening, Wates, Ketanggung dan Ngadipuro, Kecamatan Dukun Kabupaten Magelang yang jaraknya hanya sekitar tujuh kilometer dari puncak Merapi, kata Tucin (25) warga Kalibening yang juga ikut mengungsi di GOR ini.
Tucin mengatakan, pihaknya bersama keluarga dan tetangganya mulai mengungsi di GOR Kiai Sepanjang 5 November dan sampai sekarang. "Saya bersama keluarga mengungsi disini sejak tanggal 5 November 2010, tetapi saya kalau siang pulang untuk memberikan makan sapi dan kambing, setelah itu kembali kepengungsian lagi," katanya.
Tucin mengatakan, sebenarnya pelayanan dalam pengungsian ini cukup baik dan tidak ada masalah, hanya yang jadi pikiran ternak yang ditinggal. Menyinggung mengenai masalah ternak akan diganti pemerintah, ia mengatakan dalam kenyataan sampai sekarang juga belum ada realisasi.
"Ya kami kasihan kalau sapi dibiarkan begitu saja ya terpaksa kami kalau siang beri makan dan menunggu ganti dari pemerintah juga belum ada kepastian sampai sekarang," paparnya.
Untuk sapi itu dulu dibeli seharga Rp 6 juta tetapi sekarang oleh para pedagang hanya ditawar Rp 4 juta. Menyinggung mengenai situasi di Kalibening dan daerah sekitar, ia mengatakan banyak rumah yang roboh dan tanaman hampir semuanya mati terkena debu dan awan panas Merapi. "Ya ibaratnya dikampung kami itu sekarang tanpa kehidupan," katanya.
Tucin mengatakan untuk di daerahnya sekarang ini semestinya sedang musin panen cabe keriting dan salak, tetapi tanaman itu semua mati akibat letusan Merapi tersebut. "Kami punya kebun salak dua hektare yang setiap minggu bisa panen dan menghasilkan rata-rata Rp 1 juta, tetapi sekarang sudah tidak lagi. Ya kalau kami hitung kerugian kami mencapai Rp 100 juta lebih lah," kata Tucin yang didampingi istrinya di pengungsian tersebut.
"Kami berharap kepada pemerintah nanti kalau Merapi sudah tidak meletus dan warga diijinkan pulang ke kampung masing-masing agar masih memberikan nbantuan utamanya sembako, karena di sana sudah tidak ada apa-apa yang bisa untuk makan," pintanya.