REPUBLIKA.CO.ID,CIMAHI--Sejumlah warga Kelurahan Citeureup, Kecamatan Cimahi Utara, mengeluhkan lemahnya penanganan banjir dari pemerintah. Menurut mereka pemerintah terkesan tidak serius mengatasi masalah banjir yang terjadi di Cimahi.
Bahkan, akhir-akhir warga diresahkan dengan datangnya banjir. Sebab, adanya banjir di Cimahi tergolong sulit. Diduga banjir tersebut disebabkan penyempitan saluran dan pendangkalan drainase. “Terus terang, kami takut dengan banjir yang terus mengancam,” kata Abdul Aziz, salah seorang warga Citeureup RT 1/7, saat ditemui di kediamannya, Ahad (14/11).
Dia menganggap bahwa Pemkot Cimahi tidak serius menangani masalah banjir. Sebab, belum pernah ada tindakan konkret Pemkot. Padahal, peristiwa banjir di Cimahi tidak hanya terjadi saat turun hujan saja, meskipun tidak ada hujan, terkadang banjir tetap mengancam.
Akibatnya, warga selalu resah dan tidak tenang menjalani aktivitas sehari-hari mereka. “Penyebabnya kemungkinan karena aliran air dari atas cukup deras, sementara penampungannya sudah tidak memadai,” jelasnya.
Hal itu, disebabkan penyempitan selokan dan pendanggalan. Selain itu, karena adanya jalan rusak yang menyebabkan kondisi lingkungan setelah banjir melanda, menjadi kumuh. “Katanya Cimahi selalu dapat penghargaan. Tapi, menangani persoalan banjir saja tidak mampu,” tambahnya. “Kalau begitu untuk apa ada penghargaan, kalau masyarakat tidak menerima manfaatnya.
Hal serupa juga diungkapkan Fathur (39), warga Cimahi Utara lainnya. Menurutnya, banjir yang terjadi di kawasannya itu tergolong aneh. Sebab, secara geografis, rumahnya sulit dikatakan daerah rawan banjir, karena termasuk dataran tinggi.
Kendati demikian, ia menegaskan, bahwa tindakan pemerintah untuk menangai banjir tersebut masih belum ada. Bahkan Pemkot Cimahi terkesan acuh tak acuh terhadap peristiwa yang menimpa warganya. “Mana pernah ada orang sana (Pemkot, red) melihat kami, datang ke sini untuk melihat kondisi warganya?” ungkapnya menyesalkan.
Bahkan menurutnya, Wali Kota Cimahi, Itoc Tochija, mau mendatangi warganya saat ada kepentingan saja. Sebaliknya, jika tidak ada kepentingan, dia tidak pernah berpikir untuk datang menemui warga. Hal itu, Fathur, menunjukkan bahwa kepeduliannya terhadap warga sini masih sangat rendah.