REPUBLIKA.CO.ID, SEMARANG—-DPRD Provinsi Jawa Tengah menengarai ‘jual beli’ formasi dalam penerimaan calon pegawai negeri sipil (CPNS) 2010 di tingkat kabupaten/kota maupun provinsi. Demikian pula praktik ‘titip-titipan’ yang dilakukan para pejabat di level elite.
Sinyalemen ini disampaikan oleh Anggota Komisi A DPRD Jawa Tengah, Abdul Aziz. Wakil rakyat dari FPPP ini mengatakan, potensi percaloan dan suap untuk menitipkan anggota keluarganya agar diterima dalam seleksi CPNS masih tetap ada.
Menurut Aziz, potensi titip-titipan itu tidak hanya ada di level kabupaten/kota saja. Namun juga di tingkat provinsi. Bahkan praktiknya pun bisa ’diatur’ dengan bersih. “Potensi itu ada namun pihak luar kesulitan untuk membuktikannya,” ujarnya, kepada wartawan, Kamis (18/11).
Aziz juga menanggapi tarik ulur pelaksanaan CPNS di tingkat kabupaten/kota yang akan dibawa ke provinsi. Penarikan kewenangan itu diharapkan menjadi solusi carut-marut proses seleksi CPNS tahun sebelumnya.
Baginya, sepanjang pelaksanaan di semua tingkatan itu taat azas dan profesional, hal itu tidak masalah. Hal lain yang penting adalah komitmen dan kesadaran dari pejabat di semua tingkatan untuk menjaga proses seleksi ini benar-benar bersih dan bebas kepentingan.
“Artinya, jangan seolah-olah saja seleksi penerimaan CPNS ini bersih, tetapi pada kenyataannya memang ditujukan untuk mengelabui publik. Yang seperti ini yang menyesakan,” tegas dia.
Aziz juga meminta masyarakat tidak tergiur dengan para calo yang menjanjikan seseorang dapat diterima menjadi PNS asalkan membayar sejumlah uang dengan besaran tertentu.
Menurut dia, pola ini dapat dihentikan jika masyarakat tidak terseret ikut menyogok dalam seleksi CPNS. “Masyarakat yang menghendaki keluarganya jadi pegawai seringkali mempraktikkan hal semacam itu. Budaya itu juga harus dihilangkan,” imbuh Aziz.
Terpisah, Koordinator Masyarakat Anti Korupsi Indonesia (MAKI), Boyamin Saiman berpendapat sebaliknya. Menurut dia, kabupaten/kota harus tunduk pada instruksi gubernur yang menginginkan proses seleksi CPNS ditangani pemprov.
Menurutnya, penarikan itu tujuannya agar pelaksanaannya tidak carut marut dan penuh kecurangan seperti pelaksanaan seleksi tahun sebelumnya. Sikap ngotot bupati/walikota yang menginginkan seleksi CPNS di wilayahnya dilaksanakan secara mandiri justru menimbulkan kecurigaan. ''
Karena ada kepentingan dalam proses seleksi CPNS tersebut, maka jual beli formasi dan praktik mengakomodasi kepentingan kroni oleh bupati/walikota yang biasanya terjadi,'' tegasnya.