REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA--Masalah pendataan pengungsi disebut-sebut sebagai penyebab adanya para pengungsi yang meminta-minta bantuan di pinggir jalan. Pasalnya, bantuan diberikan sesuai data dari dusun hingga kabupaten.
"Itu karena masalah pendataan. Kami tak bisa identifikasi satu per satu pengungsi," ujar Deputi Bidang Pencegahan dan Kesiapsiagaan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Sugeng Tri Utomo, Rabu (24/11).
Sugeng mengakui, pihaknya menerima laporan terkait hal tersebut. Hanya saja,imbuhnya, BNPB tak bisa memberikan bantuan langsung pada pengungsi yang mengaku tak mendapat jatah bantuan. ''Ini karena menyangkut manajerial distribusi bantuan yang disalurkan melalui pemkot maupun pemkab masing-masing,'' jelasnya.
Mekanisme pembagian jatah hidup (jadup) warga lereng Merapi sudah diatur dan akan dibagikan setelah warga diizinkan pulang dari pengungsian. Jadup dibagikan kepada warga yang masuk radius 5 km Gunung Merapi, dengan perincian jatah untuk enam bulan ke depan.
Sementara, warga yang bermukim di radius lima hingga 10 km akan mendapatkan jatah hidup selama empat bulan, sedangkan radius 10 hingga 20 km akan mendapat selama tiga bulan ke depan. Setiap jiwa akan mendapatkan beras sebesar 0,4 kg berat per orang/hari dan uang lauk pauk Rp 5000 per orang/hari.
Polisi merazia sejumlah pengungsi letusan Gunung Merapi yang mengemis di sepanjang Jalur Selo, Ketep, Boyolali, Jawa Tengah, Sabtu (20/11). Aksi warga itu dianggap meresahkan dan tidak mendidik anak-anak yang ikut mengemis.
Polisi juga mendata seluruh warga yang mengemis. Tujuannya, memastikan apakah mereka benar-benar warga Selo. Setelah itu, para pengungsi yang terjaring kembali dilepas. Sebagian warga menilai, para pengungsi mengemis karena mereka kehilangan mata pencarian. Selain itu. lahan warga belum bisa digarap dan hewan ternak banyak yang mati.