REPUBLIKA.CO.ID,PROBOLINGGO – Kendati Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) yang ada di Posko Taktis Tanggap Darurat Bromo sudah menyiapkan alat transportasi untuk evakuasi, namun warga enggan mengungsi. Warga di kawasan Cemorolarang, Desa Ngadisari, Kecamatan Sukapura itu, lebih memilih tetap tinggal di kediamannya, Jum’at (26/11).
‘’Letusan Bromo seperti itu biasa. Saya kira tidak perlu mengungsi. Saya bersama keluarga lebih baik di rumah saja,’’ kata Suryono, warga Cemorolawang menyikapi letusan Bromo yang terjadi sekitar pukul 17.22 WIB.
Menurut dia, mengungsi itu sangat ribet. Sementara, letusan Bromo yang materialanya mencapai ketinggian sekitar 600 meter itu dinilai tidak berbahaya. Apalagi, angin berhembus tidak ke kawasan Cemeorolawang. Namun, arah angin membawa materialan abu, kerikil dan asap letusan kawah Bromo itu ke arah Barat Daya, menuju kawasan Ponsokusumo, Kabupaten Malang.
Makanya, Suryono bersama keluarga dan warga lainnya di Cemorolawang enggan mengungsi, meski alat transportasi untuk evakuasi itu sudah disiapkan. Bahkan, di antara warga justru banyak yang melihat kepulan asap yang dikeluarkan kawah Bromo setelah meletus. Begitu juga dengan para wartawan yang melakukan peliputan terjadinya letusan Bromo itu.
Melihat kondisinya tidak terlalu berbahaya, BPBD pun tidak terlalu memaksakan diri mengunsgusikan warga. Warga yang ada di kawasan Cemorolawang itu hanya diimbau untuk tetap waspada.
Sementara itu, warga Tengger yang ada di sekitar kawasan Penanjakan, Tosari, Kabupaten Pasuruan, juga tidak terlalu terusik dengan letusan Bromo itu. Mereka justru menilai letusan tersebut biasa. ‘’Tidak masalah. Kami tidak merasakan apa-apa dengan letusan Bromo itu,’’ kata Mulyono, warga Tengger.
Karena itu, mereka pun tidak akan mengungsi ke daerah lain. Sebab, selain lokasi tempat tinggalnya dinilai aman, Pemkab Pasuruan tidak menyiapkan tempat pengungsi.