Selasa 30 Nov 2010 09:52 WIB

148 Kepala Daerah Jadi Tersangka

REPUBLIKA.CO.ID,SURABAYA--Anggota Komisi II DPR RI (bidang politik dan pemerintahan) Malik Haromain menegaskan bahwa selama 2010 tercatat 148 dari 244 kepala daerah menjadi tersangka. "Sepanjang 2010 telah berlangsung 244 pilkada, tapi 148 kepala daerah yang dihasilkan justru menjadi tersangka," kata Sekjen PP GP Ansor NU itu dalam seminar 'Monitoring Pilkada 2010' di Surabaya, Senin.

Dalam seminar yang juga menampilkan anggota KPID Jatim Donny Maulana Arif itu, ia mengatakan 244 pilkada itu antara lain tujuh kali pemilihan gubernur (pilgub), 222 pemilihan bupati (pilbup), dan sisanya pemilihan wali kota. "Sebenarnya masih ada 10 persen yang belum terlaksana, tapi dari 90 persen pilkada langsung yang sudah terlaksana itu terdapat sekitar 60 persen yang digugat dari calon yang kalah," katanya.

Menurut dia, gugatan itu menunjukkan pelaksanaan pilkada itu belum "bersih" dan mayoritas gugatan dialamatkan kepada penyelenggara pilkada mulai dari KPU hingga PPS.

"Tapi, gugatan itu umumnya muncul akibat proses pilkada yang diwarnai 'money politics' (politik uang), sehingga terjadi pelanggaran yang menimbulkan gugatan," katanya.

Selain bersih, pihaknya juga mengupayakan pilkada yang berkualitas, sehingga bukan calon kepala daerah yang tidak tahu politik, tapi akhirnya terpilih karena 'money politics' dan digugat. "Tidak hanya bersih dan berkualitas, namun pihaknya juga akan mengupayakan pilkada yang murah dan effisien. Hingga kini, pilkada telah menghabiskan Rp3,5 triliun dengan Rp800 miliar di antaranya untuk Pilgub Jatim," katanya.

Oleh karena itu, katanya, DPR RI sekarang merumuskan UU khusus Pilkada yang selama ini menjadi satu dengan UU Parpol dan UU Pemerintahan Daerah. "UU khusus pilkada itu akan mengatur prosedur pilkada secara teknis guna mencegah pilkada yang tidak 'clean', seperti memperkuat posisi dan peran Bawaslu atau Panwas," katanya.

Ia mencontohkan penguatan peran Bawaslu atau Panswas itu antara lain dengan pemberian otoritas kepada Bawaslu atau Panwas untuk melakukan pengadilan administratif secara cepat "Untuk calon yang berkualitas mungkin akan diatur lebih teknis, sehingga bukan ditentukan popularitas tapi 'buta' politik," katanya di hadapan 50-an peserta seminar.

Terkait pilkada yang murah, ia mengatakan, pihaknya akan memikirkan pilkada serentak di setiap provinsi dan juga menghapuskan pilkada putaran kedua dan seterusnya. "Kami juga memikirkan posisi wakil kepala daerah yang dalam banyak kasus juga tidak efektif, karena setahun menjelang akhir jabatan selalu berseteru untuk saling berkompetisi dalam pilkada berikutnya," katanya.

Sementara itu, anggota KPID Jatim Donny Maulana Arif menyatakan KPID bersama Dewan Pers bertindak sebagai kendali bagi kalangan media massa yang terlalu memihak calon dalam pilkada langsung selama ini. "Hal itu terbukti dalam gugatan yang ditangani Dewan Pers pada Pilkada Surabaya, atau laporan masyarakat yang disampaikan ke KPI/KPID menunjukkan adanya media massa yang memihak," katanya.

sumber : ant
BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement