REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Gubernur Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhanas) Prof Muladi mengatakan, referendum merupakan jalan terakhir dalam mengakhiri polemik penetapan gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta. Muladi mengharapkan hal itu tidak terjadi.
"Referendum jalan terakhir. Ini masih proses demokratisai, demokratisasi itu tidak boleh emosional," imbuh Muladi usai mengikuti penerimaan peserta Program Pendidikan Reguler Lemhanas angkatan XLV oleh Presiden di Istana Negara, Senin (13/12).
Muladi mengimbau Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi sebaiknya bertemu pihak Keraton Yogyakarta. "Tapi, ternyata imbauan saya ini didahului oleh DPR. DPR kan sudah partai politik, kalau sudah parpol tentu ada permainan atau kompetisi politik," katanya.
Dia menambahkan, "DPR seharusnya mendengarkan Keraton Yogyakarta dan Mendagri jangan sampai ketinggalan. Mendagri yang mengambil inisiatif. Itu kalau ketinggalan dia nanti akan kalah dengan DPR," ujar Muladi.
Alasannya, pemerintah hanya mengusulkan Undang-Undang, tapi kunci pengesahan tetap ada di DPR. "Mendagri harus betul-betul antisipasi. Proses ini masih penuh dengan emosi. Saya minta Sri Sultan dan kerabatnya jangan sampai emosi," ujarnya.
Muladi berharap masalah itu diselesaikan dengan kepala dingin. "Jangan terus keluar dari partai karena ini belum selesai, masih panjang perjalanannya. Saya lihat Sultan dan kerabatnya terlalu emosional menghadapi seperti ini, harus tenang karena ini menjadi contoh untuk penyelesaiannya," katanya.
Bagaimana tentang pemilihan gubernur secara demokratis di DIY? "Status keraton itu harus tetap. Kalau terkait gubernur ditetapkan atau dipilih tergantung pembahasan di DPR. Belum tentu aspirasi rakyat Yogya sama dengan pemerintah, belum tentu sama dengan Sultan," kata dia.