REPUBLIKA.CO.ID,YOGYAKARTA--Gubernur DIY Sultan Hamengku Buwono mengatakan soal rencana penambangan pasir besi itu jangan dilihat yang demonstrasi dan tidak demonstrasi. ''Yang harus dilihat itu kontrak karyanya (red. rencana penambangan pasir besi). Di dalam kontrak karya itu disebutkan bahwa calon investor hanya dimungkinkan untuk investasi di sisa tanah yang tidak ditempati penduduk. Ya sudah demikian,''kata Sultan pada wartawan di Kepatihan Yogyakarta, Senin (20/12).
Kalau masalah peta itu studi kelayakan, dia menambahkan. Kalau nanti ada penghuni yang digusur untuk penambangan, berarti investor melanggar hukum. Karena dalam kontrak karya itu, yang dihuni penduduk tidak boleh ditambang.
Sultan mengakui, di dalam peta itu ada sekitar 3.000 hektar. Namun, kata dia, nanti yang dipakai untuk lokasi penambangan, sisa dari yang tidak ditinggali penduduk. ''Yang menjadi persoalan itu, kalau memang sisa tanah yang tidak ditempati itu hanya 1000 meter, ya 1000 meter yang ditambang, kalau sisanya 800 atau 500 meter ya hanya itu yang ditambang,''jelas dia.
Menurut Sultan, dalam kepemilikian tanah itu penduduk tidak terlibat, karena kepemilikan tanah itu penduduk. ''Jangan mempertentangkan hal itu. Yang penting kontrak karyanya dengan presiden yang dibaca,''ungkap Sultan.
Kontrak karya ini sudah ditandatangani pemerintah yang isinya investor itu tidak boleh melanggar ketentuan dalam kontrak karya. Itu kan masalah aspek hukum, kata Gubernur DIY. HB X mengatakan, pada tahun 1978 pernah membantu almarhum Sri Sultan Hamengku Buwono IX untuk melakukan studi di Kulon Progo karena di sana ada "emas hitam".