REPUBLIKA.CO.ID, MALANG--Pengamat gunung berapi Hendrasto dari Pusat Vulkanologi dan Metigasi Bencana Geologi Bandung yang kini bertugas di Posko Tim Tanggap Darurat Bromo di Cemorolawang menyatakan kondisi Gunung Bromo sulit diprediksi, karena selalu fluktuatif.
‘’Seperti yang terjadi pada letusan pagi tadi. Kita tidak menyangka bakal erupsi mayor lagi. Sebab, kondisinya memang sudah menurun. Tapi, kenyataannya tahu-tahu meletus lagi,’’ ujar Kepala Bidang Penelitian dan Pengamatan Gunung Api Indonesia pada Pusat Vulkanologi dan Metigasi Bencana Geologi Bandung ini.
Saat Bromo itu meletus, kata dia, memang mengeluarkan gemuruh diiringi materialan vulkanis seperti abu, pasir, dan krikil, bebatuan serta lava pijar yang panasnya mencapai 1.000 derajat celsius. Ketinggian materialan letusan itu mencapai 600 meter dan jatuh sekitar 500 meter dari bibir kawah.
Kepulan asap mengandung abu dan pasir halus saat meletus berwarna hitam pekat mencapai ketinggian 1.200 meter terbawa angin ke arah Probolinggo dan Lumajang. Sedangkan aktivitas kegempaannya, untuk gempa tremor terjadi secara terus menerus dengan amplitudo 15-40 mili meter.
‘’Kondisi ini memang berbeda jka dibandingkan pada hari sebelumnya. Sebab, kepulan asapnya sudah cenderung memutih, dan tekanannya rendah. Tapi, setelah malam hari justru berubah hitam pekat dan meletus. Itulah sebabnya, kenapa fluktuatif Bromo ini sulit diprediksi,’’ katanya.
Meski begitu, menurut dia, status Bromo tidak berubah, tetap siaga. Hanya saja, dia mengimbau agar warga tetap waspada. Sebab, kondisi Bromo sulit dideteksi dan setiap saat masih bisa meletus.