REPUBLIKA.CO.ID, MEDAN-- Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak menemukan adanya sekitar 2.000 anak di bawah umur yang terjebak dalam praktik prostitusi di Kota Medan. "Sekitar 45 persen di antaranya masih berstatus pelajar SLTP dan SLTA," kata Direktur Eksekutif Pusat Kajian Dan Perlindungan Anak (PKPA) Ahmad Sofian, Selasa.
Ahmad mengatakan, temuan itu didapatkan dari wawancara terhadap sejumlah anak yang diketahui terlibat dalam praktik prostitusi di Kota Medan pada tahun 2008. Jumlah itu diperkirakan lebih besar karena objek yang diwawancarai masih sedikit berdasarkan keterangan anak-anak yang terlibat dalam praktik prostitusi.
Meski diyakini jumlah anak yang menjadi objek seks itu cukup besar, tetapi praktiknya sulit diketahui karena sengaja ditutupi. Hal itu disebabkan praktik prostitusi berbeda dengan kejahatan narkoba atau pencurian yang pelakunya dapat terlihat dengan jelas.
"Mereka sangat tertutup. Apalagi 'konsumennya' juga tidak ingin identitasnya diketahui," kata Ahmad, yang juga Dosen Fakultas Hukum UMSU. Umumnya, anak-anak yang terjebak dalam prostitusi itu "dipelihara" pihak tertentu dengan diberikan fasiltas yang cukup memadai, termasuk untuk tempat tinggal.
Ia menjelaskan, banyak faktor yang menyebabkan anak-anak di bawah umur itu terjebak dalam praktik prostitusi yang tentu saja sangat mengkhawatirkan dalam perkembangan sosial. Di antaranya, tingginya permintaan untuk melakukan hubungan seks dengan anak di bawah umur sehingga kalangan mucikari selalu berupaya memenuhinya dengan mendekati kalangan pelajar.
Selain itu, cukup banyak masyarakat yang mengalami kelainan seks yang hanya memiliki gairah ketika mendapatkan anak-anak di bawah umur. Ironisnya, cukup banyak anak-anak di bawah umur yang bersedia menjadi objek seks, baik disebabkan memenuhi kebutuhan hidup maupun karena memiliki sifat konsumtif.