REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi mengemukakan, keistimewaan Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) tidak hanya terkait mekanisme pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur, tetapi juga masih banyak dimensi lainnya. Demikian disampaikan Mendagri didampingi Menteri Hukum dan HAM Patrilis Akbar saat menyampaikan pengantar pemerintah atas pembahasan Rancangan Undang-Undang Keistimewaan (RUUK) DIY dalam rapat kerja dengn Komisi II DPR RI di Gedung DPR/MPR Jakarta, Rabu (26/1).
Dalam raker yang dipimpin Ketua Komisi II DPR Chairuman Harahap dan dihadiri sejumlah anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI itu, Mendagri menjelaskan bahwa RUUK DIY pernah diajukan adan dibahas pada masa bakti DPR RI periode 2004-2009. Namun pembahasan itu belum berhasil dirampungkan karena belum ada kesepakatan tentang pengisian jabatan gubernur dan wakil gubernur DIY.
Dalam raker pemerintah dengan DPR RI pada 28 September 2009, direkomendaskan bahwa pembahasan lanjutan RUUK menjadi agenda prioritas DPR periode 2009-2014. Mendagri mengatakan, ketika pemerintah menyiapkan RUUK DIY ini, wacana publik telah didominasi isu penetapan atau pemilihan gubernur dan wakil gubernur DIY. "Padahal keistimewaan DIY dalam RUUK bukan semata-mata mengatur hal tersebut," kata Mendagri.
Mendagri juga menjelaskan mengenai paradigma penyusunan RUUK DIY dalam dimensi filosofis dan dimensi perspektif historis-politis, dimensi sosio-psikologis serta dimensi yuridis. Dari sisi dimensi filosofis ditegaskan bahwa Yogyakarta tidak pernah menimbulkan dilema bagi Indonesia, tetapi justru solusi bagi masalah-masalah yang dihadapi Indonesia.
Dalam kaitan ini, peran sentral Kesultanan dan Pakualaman dalam tata kehidupan sosial, politik dan kultural masyarakat Yogyakarta harus terumuskan, namun juga harus diintegrasikan ke dalam sistem sosial dan politik Indonesia. "Ini bukan hanya untuk kepentingan Indonesia, tetapi juga dalam keragka filosofis pilihan Kesultanan dan Pakulaman untuk diposisikan secara instimewa dalam bagian NKRI," katanya.
Dari dimensi yuridis, keistimewaan Yogyakarta diatur melalui UU No.3/1950 tentang Pembentukan Daerah Istimewa Yogyakarta. Namun dalam UU itu tidak diatur secara jelas dan menyeluruh subtansi serta ragam urusan yang secara spesifik merefleksikan keistimewaan.
Padahal, kata Mendagri, berbagai aturan mengenai pemerintahan di Indonesia telah memberi pengakuan kuat mengenai status keistimewaan Yogyakarta, walaupun format pengaturan pemerintahan daerahnya sama dengan daerah lain. Mendagri menegaskan bahwa RUUK tidak semata-mata dimaksudkan untuk menengok ke masa lalu. Tetapi sekaligus harus memiliki kapasitas untuk menjawab perubahan sosial, memfasilitasi transformasi masyarakat dan didedikasikan menyambut masa depan.