REPUBLIKA.CO.ID, TANJUNGPINANG - Pakar politik Zamzami A Karim menilai kunjungan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono ke Tanjungpinang dan Bintan hampa. Karena tidak memunculkan instruksi tegas dan penting terutama bagi kemajuan Kawasan Perdagangan dan Pelabuhan Bebas Batam, Bintan dan Karimun. "Saya sangat menyayangkan, karena tidak ada instruksi penting dari Presiden Yudhoyono untuk kemajuan Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas (FTZ) Batam, Bintan dan Karimun (BBK) yang diluncurkan pada 2006, tetapi masih banyak hambatan," kata Zamzami di Tanjungpinang, Kepulauan Riau, Senin (28/2).
Ketua Sekolah Tinggi Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Raja Haji Tanjungpinang itu menyatakan kecewa karena Presiden hanya menyebut Kepulauan Riau (Kepri) sebagai kawasan ekonomi baru yang akan menyaingi Singapura, tanpa dibarengi dengan instruksi penting untuk peningkatan kemajuan kawasan itu sendiri.
"Dengan Presiden 'berkantor' di Kepri selama dua malam tiga hari menunjukkan kawasan ini sangat penting, namun tidak ada pernyatan tegas dari Kepala Negara untuk mengatasi hambatan yang terjadi selama ini," katanya.
Pernyataan-pernyataan mengenai Kepri sebagai kawasan penting karena berbatasan dengan Singapura, Malaysia dan beberapa negara lain di utara Indonesia, menurut Zamzami, tidak dibarengi dengan apa langkah nyata untuk memajukan Kepri terutama FTZ BBK. "Sampai saat ini revisi PP Nomor 2 tahun 2009 tentang Perlakuan Kepabeanan, Perpajakan dan Cukai serta Pengawasan atas Pemasukan dan Pengeluaran Barang ke dan dari serta Berada di
Kawasan Perdagangan Bebas dan Pelabuhan Bebas juga belum keluar, dan tidak ada pernyataan tegas dari Presiden setelah masalah tersebut disampaikan Gubernur Kepri HM Sani di Tanjungpinang," katanya.
Menurut dia, masyarakat semula mengharapkan ada instruksi penting dari Presiden mengenai aturan yang tertunda maupun penanggulangan hambatan-hambatan pelaksanaan FTZ BBK, apalagi beberapa orang Menteri disuruh datang oleh Presiden ke Tanjungpinang. "Seharusnya ada solusi dan perintah langsung untuk menghilangkan hambatan dari birokrasi pusat atau daerah agar bisa FTZ di BBK berjalan baik dan bisa menyaingi Singapura, atau sekurang-kurangnya Malaysia," ujar Zamzami.
Bahkan, Zamzami menyebut masyarakat ibarat pungguk merindukan bulan sebab apa yang diharapkan dari Presiden ketika di Tanjungpinang dan Bintan tidak terpenuhi. Menanggapi pernyataan Presiden yang menyebut bumi di Kepri sudah banyak terkelupas, Zamzami berpendapat, seharusnya ada instruksi khusus untuk meninjau kembali izin kuasa penambangan yang dikeluarkan daerah untuk pertambangan bauksit, granit ataupun timah di Kepri.
"Pasir laut juga tidak disinggung, padahal saya yakin isu ekspor pasir laut ke Singapura sudah sampai ke tangan Presiden," ujarnya. Masalah perbatasan dengan Singapura maupun Malaysia juga tidak disinggung oleh Presiden, kata Zamzami. "Sangat disayangkan sekali, dialog dengan tokoh-tokoh masyarakat tidak ada, padahal Presiden bisa mendengar langsung berbagai permasalahan yang terjadi," katanya.