REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Anggota Komisi I DPR RI dari Fraksi Partai Golkar, Paskalis Kossay menyatakan, kasus pemukulan dan penikaman terhadap wartawan di Papua sangat memalukan, dan karenanya harus diusut tuntas. "Jika pelakunya terkait dengan oknum aparat keamanan atau kepolisian, ini harus diberi sanksi pemecatan dari kedinasan, plus menjalani hukum pidana lainnya," katanya di Jakarta, Jumat (4/3) menanggapi aksi kekerasan terhadap wartawan Vivanews Banjir Ambarita di Jayapura, Kamis (3/3) dinihari.
Kini korban dirawat intensif di sebuah rumah sakit Jayapura karena menderita luka-luka serius. Banjir Ambarita beberapa hari terakhir dilaporkan sering membuat berita tentang kasus oral seks dan pelecehan seksual oleh oknum polri di Lembaga Pemayarakatan di kota itu. Sehari sebelumnya, terjadi pula pemukulan terhadap seorang wartawan di Mamuju, Sulawesi Barat (Sulbar) yang juga diduga melibatkan aparat kepolisian. Korbannya adalah Awaluddin BP, wartawan 'Koran Publik'.
Dia dipukul saat sedang meliput balap motor di depan Kantor Gubernur Sulbar di Mamuju, Rabu (2/3). Kekerasan yang dilakukan oknum polisi BM, personel Samapta Polres Mamuju ini mengakibatkan korban mengalami luka memar di tangan, lalu telepon genggam dan kartu persnya rusak. Korban mengaku dipukul menggunakan rotan sepanjang setengah meter yang kemudian ditangkisnya dengan tangan, sehingga mengenai telepon genggam serta kartu pers.
Baik kasus kekerasan atas wartawan di Papua maupun Sulbar, Paskalis Kossay menilai bahwa ini semua berawal dari tatacara penanganan kamtibnas yang masih keliru. "Para anggota Polri dilatih keras untuk melindungi bukan berbuat anarkis kepada warga sipil apalagi kepada wartawan yang tengah menjalankan tugas jurnalistiknya. Ini kan dilindungi undang-undang," katanya.
Karena itu, Paskalis Kossay meminta Kapolda Papua dan Sulawesi Selatan bertanggung jawab atas perbuatan bawahannya yang masih sering lepas kendali itu. "Khusus di Papua, jika benar ada aparat kepolisian terlibat dalam kejahatan seksual di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Jayapura atau Abepura, itu sangat disesalkan dan tidak bisa ditolerir perbuatan nista seperti ini," tegasnya.
Sebelumnya, secara terpisah, sesama anggota Fraksi Partai Golkar di Komisi I DPR RI Fayakhun Andriadi juga mendesak kepolisian agar menindak tegas anggotanya yang terlibat atau menjadi pelaku kekerasan terhadap wartawan di beberapa daerah. "Dua kasus itu harus diusut tuntas. Sebab, atas nama apa pun, tak boleh ada kekerasan terhadap para jurnalis yang tengah menjalankan profesinya. Ini bertentangan dengan komitmen nasional dalam hal penegakan kebebasan pers," katanya.
Fayakhun Andriadi menegaskan, perilaku kekerasan terhadap para wartawan dan pekerja pers merupakan pelanggaran berat. "Karena menyangkut dengan upaya membatasi kebebasan seseorang berprofesi, apalagi terkait dengan tugas jurnalistiknya yang berkaitan dengan upaya pengumpulan dan penyebaran informasi bagi publik, yang dijamin oleh undang-undang," katanya.
Ia sangat menyesalkan aksi anarkis yang dilakukan oknum polisi di Sulbar, juga penganiayaan wartawan di Papua. "Apalagi jika terbukti oknum polri terlibat aksi kekerasan terhadap wartawan yang sedang menjalankan tugas jurnalistiknya. Ini sangat tidak bisa dibenarkan," ujarnya. Aksi anarkis apalagi dilakukan oleh oknum polisi terhadap jurnalis saat bekerja di lapangan, katanya, merupakan bentuk kriminalisasi terhadap pers.