REPUBLIKA.CO.ID, PONOROGO--Para perajin aksesori reog di Kabupaten Ponorogo, Jawa Timur, kebanjiran order menjelang bulan suro yang bertepatan dengan kegiatan Gerebek Suro dan Festival Reog tingkat nasional ke-XVIII. Salah seorang perajin aksesori reog, Widi Wardoyo, mengemukakan Senin, omzetnya saat ini naik tajam hingga 50 persen, dikarenakan memasuki bulan suro.
"Biasanya ketika memasuki bulan suro, omzet selalu naik. Banyak agenda kesenian yang dilakukan saat bulan tersebut, terlebih lagi di Ponorogo selalu ada festival tingkat nasional," katanya ditemui di rumahnya, Kelurahan Keniten, Kecamatan/Kabupaten Ponorogo.
Ia mengungkapkan, omzet dari membuat berbagai aksesori kesenian khas dari Ponorogo ini untuk bulan - bulan normal mencapai Rp10-20 juta per bulan. Dengan tingginya permintaan, bahkan hingga 50 persen, membuat pihaknya harus bekerja ekstra keras demi memenuhi permintaan pelanggan.
Daerah yang sering menjadi tujuan untuk distribusi langsung berbagai aksesori itu ke seluruh nusantara. Sayangnya, untuk saat ini belum bisa dilakukan ekspor, karena terkendala pasar dan modal.
Sebenarnya pangsa pasar untuk ekspor berbagai aksesori kesenian reog itu cukup besar. Peminatnya banyak berdatangan, namun masih belum ada celah untuk ekspor.
Widi mengungkapkan, aksesori yang ia buat cukup lengkap mulai dari "dadak merak", ganongan (topeng), baju, hingga perlengkapan untuk para seniman jaranan yang biasanya melengkapi atraksi reog.
Untuk dadak merak sendiri, ukuran dan harga juga bervariatif. Ukuran yang paling terkecil adalah 25 sentimeter dan yang paling besar hingga 2,5 meter. Sementara, untuk harganya juga disesuaikan dengan ukuran dadak merak sendiri, mulai dari Rp 100 ribu - Rp 30 juta.
Ia mengatakan, untuk proses pembuatan dadak merak sendiri, sebagai perlengkapan untuk kesenian reog tidak terlalu sulit. Untuk ukuran yang terbesar 2,5 meter, sedikitnya dibutuhkan 1.500 - 2.000 batang sayap burung merak yang diimpor langsung dari India. Harga per batang juga cukup mahal mencapai Rp 5.000.
Begitu juga dengan kulit harimau yang digunakan sebagai aksesori untuk ganongan atau topeng. Harga per lembar untuk kulit harimau asli mencapai Rp 10 juta. Sayangnya, untuk saat ini kulit harimau juga sulit dicari di dalam negeri, karena ada pelarangan, sehingga harus impor.
Selain itu, untuk alternatif lainnya, pihaknya menggunakan kulit sapi yang diberi bulu mirip kulit harimau, sedangkan untuk ganongan sendiri biasanya terbuat dari kayu dan harganya relatif murah sekitar Rp 100 ribu.
"Kami tidak memerlukan waktu lama untuk membuat dadak merak dengan ukuran yang besar. Kami mampu menyelesaikan dalam waktu satu pekan untuk yang besar, sementara yang kecil mampu selesai satu hari," katanya.
Pihaknya mengatakan, sikap pemerintah untuk menghargai kesenian khas dari Ponorogo ini secara tidak langsung juga mendukung keberlangsungan kerajinan ini. Saat ini, ada sekitar 100 orang pedagang yang berjualan aksesori reog tersebar di seluruh kabupaten, sementara untuk perajin sekitar 10 orang.
Terlebih lagi, pemda juga selalu mengadakan festival reog nasional, sehingga mampu mengenalkan budaya daerah ini. Untuk tahun ini, rencananya festival reog akan diselenggarakan 10 - 30 Desember 2010.
Ia hanya berharap, pemerintah ikut membantu mencarikan celah agar para perajin di Kabupaten Ponorogo ini mampu ekspor. Selain bisa mengembangkan usaha, dengan ekspor itu bisa mengenalkan kesenian ini dan melestarikannya.