Rabu 05 Jan 2011 06:54 WIB

Situs Kerajaan Islam Samudera Pasai Terlantar

REPUBLIKA.CO.ID, LHOKSEUMAWE-- Anggota Komisi X DPR RI, Raihan Iskandar, menilai Pemerintah Aceh dan Pemkab Aceh Utara telah mengabaikan situs sejarah "Samudera Pasai" yang merupakan bukti masuknya agama Islam pertama di Tanah Air.

"Saya sedih dan menyesalkan atas ketidakpedulian Pemkab Aceh Utara terhadap situs sejarah ini, padahal jika dikelola dengan baik, situs tersebut membuat Aceh bangga di mata dunia," katanya pada seminar dan diskusi nasional Kebudayaan Islam Pasai di Lhokseumawe, Selasa.

Menurut Raihan, ketidakpedulian itu, menunjukan bahwa pemerintah belum sadar terhadap nilai cagar budaya. Sementara daerah lain, mereka memberikan perhatian serius terhadap situs sejarah dan budayanya, sehingga selalu terdengar di mata dunia internasional.

Ia menambahkan, disahkannya UU No.11/2010 tentang cagar budaya, pemerintah daerah diminta segera meregistrasi situs sejarah dan budaya secara keseluruhan.

"Kita berharap situs Samudra Pasai tembus ke dalam situs nasional, sehingga peluang mengajak berbagai pemangku kepentingan dan peneliti dari seluruh penjuru dunia dapat mengkaji lebih dalam, terbuka lebar," katanya.

Pada kesempatan itu, Raihan mengingatkan jangan sampai Aceh terus menerus menerima begitu saja upaya pembusukan pihak luar yang mengatakan Aceh daerah tidak aman.

"Mengapa kita selalu 'dizalimi' secara terus menerus tanpa perlawanan. Maka perlu kita angkat situs seperti Samudra Pasai ini, sehingga kita mengabarkan ke pihak luar bahwa seperti inilah Aceh tempo dulu. Mari kita rangsang generasi sekarang untuk membangkitkan kembali peradaban yang baik ini dengan membangun karakter budaya generasi kita," katanya.

Dalam diskusi tersebut terungkap bahwa Samudra Pasai merupakan kerajaan Islam tertua di Asia Tenggara dan nama Pulau Sumatra diperkirakan diambil dari nama Samudra Pasai.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement