REPUBLIKA.CO.ID, PASURUAN - Kawasan wisata Gunung Bromo (2392 mdpl) yang meliputi daerah Pasuruan, dan Probolinggo, Jawa Timur, ditutup total selama Hari Raya Nyepi yang jatuh pada Hari Sabtu nanti (5/3) 2011.
Sekretaris Parisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Kabupaten Pasuruan, Pardji, ST yang ditemui di Wonokitri, Tosari, Pasuruan, Selasa (1/3) mengatakan, kawasan wisata Gunung Bromo ditutup total karena umat Hindu suku Tengger melaksanakan Catur Berata Penyepian.
Agar umat Hindu tidak terganggu dalam melaksanakan ibadah, lanjut Pardji, selama Hari Raya Nyepi jalan-jalan desa di kawasan Gunung Bromo ditutup total dengan menggunakan portal. Ia menyebutkan desa-desa yang jalannnya ditutup total dengan portal di antaranya Desa Wonokitri yang merupakan pintu gerbang masuk kawasan Wisata Gunung Bromo lewat Pasuruan.
"Praktis tak ada jalan lagi untuk masuk kawasan wisata Gunung Bromo," ucap Pardji.
Desa-desa lain yang jalannnya juga ditutup total dengtan portal di antaranya Desa Ngadiwono, Podokoyo, dan Kandangan. Namun, Desa Tosari yang merupakan ibu kota kecamatan tidak ditutup, karena warganya sudah memeluk berbagai agama.
Pardji menyebutkan, umat Hindu suku Tengger di kawasan Gunung Bromo akan memulai berbagai prosesi upacara Hari Raya Nyepi Tahun Baru Saka 1933 dengan upacara Melasti di Patirtan Gunung Widodaren yang masih dalam gugusan Gunung Bromo, Kamis (3/3).
Dijelaskan, umat Hindu suku Tengger di kawasan Gunung Bromo, baik yang berasal dari wilayah Kabupaten Pasuruan maupun Kabupaten Probolinggo akan melaksanakan Melasti bersama di Patirtan Gunung Widodaren untuk menyucikan diri, baik lahir maupun batin.
Pardji memaklumi untuk melaksanakan upacara Melasti di Patirtan Gunung Widodaren kali ini terkendala jalan yang rusak, akibat tergerus hujan lebat yang mendera Gunung Bromo selama musim hujan ini.
Jalan dipastikan tidak bisa dilalui kendaraan bermotor, baik roda dua maupun roda empat, Namun dari hasil Pasamuan para Pandita diputuskan, upacara Melasti tetap dilaksanakan di Patirtan Gunung Widodaren dengan kondisi apapun.
Rencananya, umat Hindu suku Tengger dari wilayah Kabupaten Pasuruan akan menempuh jalan kaki bersama mulai dari kawasan Pakis Bincil menuju Patirtan Gunung Widodaren sejauh 4 kilometer. Kemudian, air suci yang telah diambil dari Patirtan Widodaren akan digunakan untuk upacara Mecaru di masing-masing desa pada Jumat (4/3) pagi.
Prosesi Mecaru di tingkat desa pagi hari kemudian dilanjutkan dengan upacara Mecaru bersama tingkat Kabupaten Pasuruan di lapangan Telogosari, Kecamatan Tosari pada sore harinya, atau juga disebut sebagai upacara Tawur gung Kesanga.
Ia menjelaskan upacara mecaru merupakan persembahan kepada alam semesta agar sifat-sifat jahat sang Buta Kala yang dilambangkan dengan Ogoh-ogoh ditempatkan pada tempat yang semestrinya, agar tidak menggangu manusia yang akan melaksanakan Catur Berata Penyepian.
Usai upacara Mecaru, ogoh-ogoh yng melambangkan sifat jahat itu kemudian diarak kembali ke masing-masing desa yang selanjutnya dibakar.
Umat Hindu suku Tengger yang telah bersih dirinya, baik fisik maupun batinnnya, mulai sabtu (5/3) dini hari hingga Minggu (6/3) dini hari kemudian melaksanakan Catur Berata Penyepian, dengan melakukan pantangan yakni "Amati Geni" (tidak menyalakan api), "Amati Karya" (tidak bekerja), "Amati Lungan" (tidak pergi), dan "Amati Lelanguan" (tidak bersenang-senang