Ahad 01 May 2022 03:05 WIB

Kampung Budaya Massaleong, Perkaya Wisata Karst Rammang-Rammang

Kampung Massaleong tengah dibentuk jadi kampung budaya

Red: Nur Aini
Sejumlah perahu terparkir di dermaga Kampung Wisata Rammang-Rammang, Maros, Sulawesi Selatan, Ahad (22/10).
Foto: Antara/Yusran Uccang
Sejumlah perahu terparkir di dermaga Kampung Wisata Rammang-Rammang, Maros, Sulawesi Selatan, Ahad (22/10).

REPUBLIKA.CO.ID, MAKASSAR -- Kampung Wisata Karst Rammang-rammang yang menawarkan pemandangan gunung kapur, merupakan salah satu objek wisata kebanggaan Kabupaten Maros dan masyarakat Sulawesi Selatan. Terletak di Dusun Rammang-rammang, Desa Salenrang, Kampung Berua, wisata Karst Rammang-rammang menyajikan keindahan batu gamping dan segala situs peninggalan arkeologi di dalamnya.

Ketenaran Kampung Berua sebagai wisata yang muncul berkat masyarakat lokal dan pemerhati lingkungan, tidak lantas membuat warga setempat berpuas diri atas berdirinya ekowisata Rammang-rammang. Serupa dengan Kampung Berua, masyarakat Desa Salenrang kini sedang menyiapkan Kampung Massaleong, sebuah objek wisata baru yang akan memperkaya Kampung Karst Rammang-rammang, Maros, dan tengah digadang-gadang sebagai kampung budaya.

Baca Juga

Kampung Budaya Massaleong akan menawarkan atraksi seni dan budaya sebagai kearifan masyarakat lokal. Sejarah kampung ini semakin menarik lantaran diketahui sebagai kampung tertua di Desa Salenrang, Maros.

"Di samping melestarikan kebudayaan, Kampung Massaleong juga menjadi identitas kamiyang juga dibutuhkan untuk mendukung pariwisata Rammang-rammang," ucap Sekretaris Desa Salenrang Sumantri.

Sejarah seni dan budaya memang sangat melekat dengan kampung yang dihuni sekitar 30 kepala keluarga, dengan jumlah penduduk sebanyak lebih dari 80 jiwa tersebut. Sejak dulu, kampung itu menjadikan biola, kecapi, dan gambus serta beberapa alat musik lainnya sebagai alat musik yang harus selalu ada pada setiap hajatan atau pesta pernikahan. Namun dewasa ini, pertunjukan musik tradisional tersebut sudah sangat jarang ditampilkan.

Status nyaris punah, kemudian memberi semangat baru bagi para kawula muda setempat untuk mengembalikan kejayaan kesenian budaya dari Kampung Massaleong. "Itu pun sudah hampir hilang. Di situ saya dan teman-teman berfikir bagaimana jika kita kembali hidupkan dan kembangkan kekayaan budaya kampung ini," kata Sunardi, seorang penggerak kaum muda di Kampung Massaleong.

Pelaku musik tradisional yang tersisa kini tengah melakukan regenerasi dengan mengajarkan para pemuda dan anak-anak untuk mencintai budaya dan seni lokal. Mereka melatih para tunas desa, bukan hanya cara menggunakan alat, namun juga cara membuat alat musik. Sunardi menyebut regenerasi yang dibangun oleh sejumlah penggagas kampung budaya mendapat respons luar biasa dari para pemuda. Alhasil, hampir setiap rumah sudah ikut memproduksi alat musik tradisional tersebut.

Selain melestarikan seni dan budaya lokal, pembuatan alat musik ini ikut menumbuhkan ekonomi baru bagi warga setempat, dengan menjajakan hasil kerajinan tangannya. Beberapa buatan warga juga telah merambah pasar melalui pameran. Meski belum mematok harga untuk satu unit alat musik, namun harga jualnya juga terbilang tidak murah, yakni hingga Rp350 ribu per satuannya. Karena itu, hampir setiap anak muda memiliki alat musik khas Bugis, Makassar, itu.

Sunardi menyebut bahwa itu menjadi salah satu wujud kesiapan masyarakat dalam menyiapkan Kampung Massaleong menjadi kampung budaya. Menurut guru di SMPN 13 Bontoaitu, saat ini sudah tinggal beberapa orang yang bisa memainkan alat musik mirip gitar itu. Sekarang pihaknya membuat grup yang mengajarkan anak-anak memainkan alat musik, dengan jadwal dua kali seminggu untuk latihan.

Salah satu warga lokal yang masih paham terkait penggunaan dan pembuatan alat musik tradisional ini adalah Haji Ali, perantau yang telah berusia sekitar 65 tahun. Haji Ali yang lama hidup di rantau kini kembali ke kampung kelahirannya Massaleong dan baru menetap sejak dua tahun terakhir.

Ia mengakui semangat anak-anak muda di kampungnya menjadi pijar baru pada fase hidupnya yang mengingatkan kembali saat ia masih muda dan menggandrungi seni musik tradisional.

"Kami kembali semangat dan tentu terhibur sejak ada kegiatan latihan menggunakan alat kecapi, kami merasa kembali muda dan sangat menyenangkan," ujarnya.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement