REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- DPD RI mendukung usulan adanya Undang-Undang (UU) Pengampunan Pajak (tax amnesty). DPD RI melihat ada beberapa catatan yang perlu disikapi oleh pemerintah dan DPR RI. Ketua Komite IV DPD Ajiep Padindang mengatakan secara substansial RUU tax amnesty belum mengatur insentif tarif yang lebih rendah di sektor usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM).
"Presentasinya tidak terlalu besar, cukup 2,5 persen. Hal ini belum ada dalam RUU ini,” ujar dia, Rabu (20/4).
Menurut dia, sektor UMKM memiliki cukup banyak potensi pajak. Namun, sayangnya, selama ini dalam perpajakan di sektor UMKM belum dikelola dengan baik. “Ini yang paling subtansial. Ini penting bagi usaha UMKM sehingga kami mengusulkan perlunya diakomodasi tax amnesty,” ujar senator asal Sulawesi Selatan itu.
Ia menambahkan, UU ini juga jangan memberikan peluang "karpet merah" bagi pengusaha sehingga pengusaha yang wajib membayar pajar justru memarkirkan uangnya di luar negeri. “Kita mau UU ini untuk mengingatkan kembali kesadaran pajak, bukan kemudahan bagi pengusaha,” tegas Ajiep.
Jika uang itu sudah masuk, sambungnya, pemerintah juga harus siap untuk menerimanya dan mengelolanya. Maka pemerintah perlu menunjuk bank, baik negeri maupun swasta. “Pemerintah juga harus memberikan jaminan untuk target-target apa yang bisa dicapai. Ini harus ada target karena, di negara lain, dengan menerapkan tax nyatanya ada yang berhasil dan gagal,” ujar Ajiep.