REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah diminta berhati-hati dalam menyalurkan transfer daerah seperti dana desa. Karena tidak sedikit kepala daerah yang menjadi tersangka akibat dari dana tersebut.
“Banyak kepala daerah yang menjadi tersangka karena dana transfer daerah ini. Untuk itu pemerintah harus menyadarkan masyarakat betapa penting dana itu,” kata Ketua Komite I Akhmad Muqowam saat RDP gabungan Komite I,II,III,IV dengan Kementerian Keuangan di Gedung DPD, Jakarta, Selasa (7/6).
Ia menyayangkan, akan ada pengurangan dana transfer daerah. Padahal, dana tranfer sangat penting bagi kehidupan daerah. “ Rp 1 miliar atau Rp 2 miliar itu sebenarnya sudah cukup. Namun jangan sampai dana itu dikurangkan,” kata anggota DPD asal Jawa Tengah itu.
Sementara itu, Ketua Komite II DPD Parlindungan Purba mengatakan, pihaknya selalu mendapatkan keluhan dari daerah terutama terkait Dana Alokasi Khusus (DAK). DAK juga ada konsep baru dengan Bappenas. Ia justru khawatir akan berdampak kepada postur keuangan negara.
“Ini berakibat akan mengganggu postur keuangan anggaran. Karena selama ini pemerintah telah menggalakkan efisiensi anggaran,” papar dia.
Selain itu, Anggota Komite IV DPD Hafidh Asrom mengatakan, selama ini masyarakat DIY belum menikmati keistimewaan Yogyakarta. Apalagi, pencairan dana tersebut di akhir tahun, sehingga untuk memanfaatkan dana itu agak kesulitan.
“Hal ini yang perlu dipertimbangkan oleh pemerintah, karena pencairan ini pada akhir tahun dalam batasnya cukup cepat,” terang dia.
Wakil Menteri Keuangan Mardiasmo menjelaskan, transfer ke daerah dan dana desa dalam RAPBNP 2016 lebih tinggi dari belanja kementerian/lembaga. Namun, transfer ke daerah turun Rp 11,9 triliun dari APBN 2016.
“Dana Bagi Hasil (DBH) turun Rp 4,7 triliun. Dampak penurunan pendapatan negara yang dibagihasilkan Rp 28,0 triliun dan telah menampung tambahan kurang bayar DBH Rp 23,3 triliun,” jelas dia.
Menurutnya, terdapat revisi alokasi transfer daerah dan dana desa dalam postur RAPBN-P 2016. Totalnya berubah sebesar minus Rp 11,9 triliun dibandingkan dengan APBN 2016, dari Rp 770,1 triliun menjadi Rp 758,3 triliun.