REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI melakukan rapat konsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI terkait pembahasan RUU Daerah Kepulauan. DPD RI meminta kepada DPR RI untuk segera membahas RUU inisiatif DPD RI tersebut agar dapat segera disahkan menjadi undang-undang di tahun 2020.
Rapat konsultasi itu mempertemukan dua pimpinan Lembaga Tinggi Negara, Ketua DPD RI AA Lanyalla Mahmud Mattalitti dengan Ketua DPR RI Puan Maharani, Selasa (25/2) di Ruang Delegasi Pimpinan DPR RI, Gedung Nusantara III, Senayan Jakarta.
Dalam rapat tersebut, Lanyalla didampingi Wakil Ketua DPD RI Sultan B Najamudin, Komite I, PPUU, Senator dari provinsi yang masuk daerah kepulauan. Sedangkan Puan didampingi Wakil Ketua DPR RI Azis Syamsuddin dan Rachmat Gobel, Baleg, dan Komisi II DPR RI tersebut. DPD RI melakukan konsultasi dan menyerahkan RUU Daerah Kepulauan kepada Ketua DPR RI, Puan meminta agar segera dilakukan pembahasan secara tripartit.
Ketua Komite I DPD RI, Agustin Teras Narang, mengatakan rapat antara DPD RI dengan DPR RI tersebut merupakan tahapan proses politik yang penting dalam pengesahan RUU Daerah Kepulauan menjadi undang-undang. Dengan semakin cepat disahkannya RUU tersebut, maka permasalahan pembangunan di provinsi kepulauan akan semakin cepat teratasi.
“Kami dari DPD RI yang dipimpin oleh Pak Ketua, menyerahkan secara resmi berkenaan dengan tindak lanjut RUU Daerah Kepulauan. Ini menyangkut masalah kelembagaan, tentu DPD RI sebagai salah satu pemrakarsa RUU ini mencoba berbicara dengan Pimpinan DPR RI dalam rangka mempercepat proses ini,” ucapnya.
Wakil Ketua Komite I DPD RI, Fachrul Razi, menjelaskan jika RUU Daerah Kepulauan merupakan jawaban atas ketidakadilan yang dialami oleh provinsi-provinsi yang masuk ke daerah kepulauan. Karena selama ini kebijakan pembangunan yang diterapkan di daerah kepulauan disamakan dengan daerah daratan.
Padahal keduanya memiliki karakteristik yang jauh berbeda. Hal tersebut dianggap merugikan delapan provinsi dan 86 kabupaten/kota yang masuk kedalam daerah kepulauan, karena pembangunan yang ada menjadi tidak maksimal.
“Oleh karena itu, tadi kita sudah sepakat, antara DPR RI dengan DPD RI, untuk menjadikan RUU Daerah Kepulauan ini segera disahkan menjadi undang-undang. Ini menyangkut harkat hidup dan keadilan dalam hal anggaran terhadap provinsi-provinsi dan kabupaten yang ada di daerah kepulauan,” ucap Fachrul yang juga Senator dari Aceh ini.
Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI, Johan Budi, mengemukakan bahwa sebenarnya DPR RI mendukung RUU Daerah Kepulauan untuk segera disahkan menjadi undang-undang. Tetapi untuk mengesahkan menjadi undang-undang, harus dilakukan pembahasan secara tripartit, dan sampai saat ini DPR RI masih menunggu respon dari Pemerintah.
“Tadi mengemuka juga bahwa ini perlu segera ada surat presiden untuk segera dibawa dalam pembahasan RUU Kepulauan ini. Jadi kami masih menunggu juga dari pemerintah, karena tidak bisa DPR membahas undang-undang sendiri, harus sama presiden,” ungkap Johan Budi yang pernah menjabat sebagai Jubir Presiden ini.
Ketua Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU), Alirman Sori, menilai RUU Daerah Kepulauan mendesak untuk segera disahkan. Keberadaan RUU tersebut dianggap sebagai upaya untuk menjaga dan merawat keutuhan NKRI.
Alirman berpendapat seharusnya pemerintah tidak perlu khawatir akan konsekuensi anggaran saat RUU tersebut disahkan menjadi undang-undang. Ketika RUU tersebut disahkan, maka pemerataan percepatan pembangunan akan terwujud, dan pada akhirnya akan menguntungkan negara.
“Kalau dua ini mampu diagregasi dalam undang-undang ini, dipastikan daerah kepulauan akan terjadi lompatan-lompatan yang luar biasa, percepatan ekonomi akan terjadi, dan percepatan kesejahteraan akan terjadi. Untuk itu undang-undang ini dipandang perlu, sangat mendesak dan sangat strategis, tanda keberpihakan negara terhadap NKRI,” ujar Alirman yang berasal dari Sumatra Barat ini.