REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Badan Legislasi Dewan Perwakilan Rakyat (Baleg DPR) menilai petani tembakau di Indonesia harus dilindungi dalam RUU Pertembakauan yang tengah digodok parlemen. Hal tersebut disampaikan oleh Wakil Ketua Baleg DPR Firman Soebagyo saat RDP dengan asosiasi industri tembakau, Gaprindo dan Gappri di Jakarta, Selasa (13/10).
Menurut Firman, nantinya RUU Pertembakauan tersebut salah satunya akan mengatur dan menjamin petani tembakau dan cengkeh di Indonesia. "Dalam membuat RUU ini kami akan mendengarkan berbagai masukan, seperti yang sekarang dilakukan kami mendengarkan masukan dari asosiasi terkait," katanya.
Dalam RDPU tersebut, beberapa kali Firman mengutip kalimat-kalimat penelitian yang tertera di buku yang dibawanya. Di situ ia menyebutkan, tembakau Indonesia merupakan salah satu tembakau yang paling baik di dunia. "Saya pikir ini juga menjadi fokus kita untuk melindungi ini," lanjutnya.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moefti sepakat dengan Firman. Menurutnya, petani di Indonesia harus menjadi fokus utama. "Mereka harus dilindungi," lugasnya.
Moefti menyampaikan masukannya terkait beberapa pasal dalam RUU Pertembakauan,”Kami setuju bahwa salah satu tujuan dari RUU ini adalah melindungi petani tembakau dan hal ini wajib didukung oleh Pemerintah karena selama periode 2004-2014, mereka tidak mendapat pendampingan dan bantuan pertanian," katanya.
Moefti melanjutkan, salah satu poin penting RUU ini adalah mendorong program kemitraan antara petani tembakau dengan pelaku industri atau pemasok tembakau agar petani tidak terjerat oleh para tengkulak atau ijon.
Melalui program kemitraan, petani tembakau akan mendapatkan bantuan modal, pendampingan teknis, serta jaminan pasar. Moefti menilai program ini akan mendorong peningkatan produktivitas dan kualitas dari tembakau yang dihasilkan oleh petani dalam negeri.
Menurut data dari Asosiasi Petani Tembakau Indonesia, hasil panen dalam negeri berada dikisaran 180-190 ribu ton setiap tahunnya. Sedangkan data dari Kementerian Perindustrian RI, estimasi penggunaan tembakau pada tahun 2015 mencapai lebih 330 ribu ton.
“Artinya, penggunaan tembakau impor belum bisa dihindari. Hampir semua pabrikan rokok di Indonesia menggunakan tembakau impor sebagai campuran dari produksinya demi memenuhi permintaan pasar," katanya
Beberapa pasal dalam RUU Pertembakauan mengatur ketentuan penggunaan tembakau impor maksimum sebesar 20 persen serta pengenaan harga dan cukai tiga kali lipat bagi produk yang mengandung tembakau impor.
Jika ketentuan tersebut diterapkan tanpa melalui tahapan peningkatan daun tembakau dalam negeri untuk mencukupi kebutuhan, pabrikan akan kolaps dan seluruh kelangsungan mata rantai industri akan dikorbankan, termasuk para petani tembakau dan pekerja pabrikan.