REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Membakar hutan yang menyebabkan masalah asap nyatanya didukung oleh Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlidungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup (PPLH).
Pada UU 32 PPLH, pemakluman pembakaran hutan didasari karena kearifan lokal.
"Ini merupakan suatu kekurangan dari legislasi sehingga memang perlu diperbaiki," ujar Wakil Ketua Dewan Perwakilam Rakyat (DPR) RI Agus Hermanto di area parlemen, Jumat (23/10).
Dalam UU No. 32 pasal 69 PPLH tercantum larangan untuk seseorang melakukan perusakan lingkungan. Hanya saja pada pasal 69 ayat 2 justru mengungkapkan, ketentuan yang sudah dibaca pada ayat sebelumnya dimaksud pada harus memperhatikan kearifan lokal di daerah masing-masing.
Menurut Agus, dalam UU tersebut memang ada kekhususan dengan memperhatikan kearifan lokal bagi petani atau perorang yang memiliki lahan sempit, tidak lebih dari dua hektar untuk melakukan penggarapan dengan cara di bakar. Hanya saja, ini bisa jadi celah untuk dimanfaatkan oleh oknum-oknum tertentu.
Ia juga menyayangkan, sikap Gubernur Kalimantan Timur yang justru mengeluarkan Pergub berkenana tentang pembakaran hutan berdasarkan alasan kearifan lokal. Dengan hanya mengantongi izin pengelola wilayah setempat, seseorang bisa membuka lahan hingga 10 hektar dengan membakar hutan.
"Mungkin legislasi ini belum sempat dilakukan perbaikan malah mengeluarkan pergub," ujarnya.